Senin, 15 Juli 2013

SIAPA BILANG TUHAN ADA DI LANGIT ??!!!!


Hadis-hadis Tentang alUluw, Ketinggian Fisikal Allah Versus Hadis-hadis Penentangnya


Selain ayat-ayat Al Qur’an juga terdapat banyak hadis shahihah dan dalam maknanya secara zahir tegas-tegas menentang pemaham  mereka terhadap ayat-ayat dan/atau hadis-hadis ‘Uluw?ketinggian fisikal Allah SWT.
Di bawah ini kami ajak pembaca memperhatikan beberapa contoh hadis-hadis shahih tersebut.

۞
  Hadis Pertama:
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:

إذا كان أحدكم يصلي فلا يبصق قبل وجهه فإن الله قبل وجهه إذا صلى .

“Jika seorang dari kamu shalat maka janganlah ia meludah di arah wajahnya, sebab sesungguhnya Allah berada di sisi wajahnya jika ia shalat.”
( Shahih Bukhari.1/509 dan Shahih Muslim,1/388.)
 ۞ Hadis Kedua:
Imam Bukahri meriwayatkan dari Anas ibn Malik, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

إنَّ أحَدَكُم إذا قامَ فِي صلاتِه فَإنَّه يُناجِي رَبَّهُ أو إنَّ رَبَّهُ بَيْنَهُ وبَيْن القِبْلَةِ، فَلاَ يَبْزُقَنَّ أحدُكم قِبَلَ قِبْلَتِهِ وَلكِن عَن يَسارِهِ أوْ تَحْتِ قَدَمَيْهِ.

“Sesungguhnya apabila seorang dari kamu berdiri melaksaknakan shalat maka sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Tuhannya. Atau sesungguhnya Tuhannya berada di anatarnya dan antara kiblat, maka janganlah ia meludah di sisi kiblatnya, akan tetapi hendaknya di sisi kiri atau di bawah kakinya…. ”
( Shahih Bukhari.1/509)
Ketika menerangkan kedua hadis di atas, Ibnu Hajar –penghulu para huffâfz; ahli hadis- berkata, “Dalam hadis ini terdapat bantahan atas orang yang menganggap bahwa Allah bersemayam di atas Arsy-Nya dengan Dzatnya. Betapapun ia mena’wilkan hadis ini, maka sebenarnya nash yang ia andalkan juga bias dita’wil dengan ta’wil serupa.”
(Fathul Bâri,3/67 ketika menerangkan hadis no.405 dean 406. hadis serupa juga dapat ditemui pada no.753, 1213 dan 6111)
۞  Hadis Ketiga:
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Musa al Asy’ari, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

الذى تدعونه أقرب إلى أحدكم من عنق راحلة أحدكم.

“Tuhan yang kamu seru itu lebih dekat daripada seorang dari kamu kepada leher kendaraannya.”
(Shahih Bukhrai,7/470 dan Shahih Muslim,4/2077.)

۞ Hadis Keempat:
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:

أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد ، فأكثروا الدعاء.

“Paling dekatnya hamba kepada Tuhannya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah berdoa.”
( Shahih Muslim,1/350.)

۞  Hadis Kelima:
Muslim dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abdullah ibn Abbas dan Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah saw. jika telah mengendarai kendarannya untuk pergi bermusafir beliau berdoa:

اللهم أنت الصاحب في السفر والخليفة في الاهل

“Ya Allah, Engkaulah Teman dalam perjalanan dan Khalifah/ pengganti yang mengurus keluarga.”

Sabda di atas membubarkan anggapan sesat kaum Mujassimah Wahhabiyah bahwa Allah bersemayam di atas Arsy-Nya di ayas langit! Sebab sabda itu tidak dapat ditaw’il dengan makna bahwa ilmu Allah itu senantiasa menyertai hamba, misalnya, atau ta’wil lain. Sebab pengatahuan Allah itu ada dan selalu menyertai kita di setiap saat, sejak azal hingga akhir dan selamanya. Jadi tidak khusus di kala kita pergi saja.  Selain itu kata shâhib/teman secara zahir dalam bahasa berkonotasi adanya kesinambungan dengan dzat. Andai kaaum mjuassimah merenungkan keterangan bahasa pastilah mereka tidak akan menemukan apapun yang akan mendukung bid’ah akidah mereka, dan pada akhirnya pasti mereka berlindung pada pemaknaan secara majazi dan mena’wilkannya. Dan semua itu membubarkan anggapan palsu kaum Mujassima tentang akidah ketinggian fisikal Allah SWT.
Lagi pula, Anda berhak mengatakan kepada mereka, ‘Mengapakah kalian tidak mensifati Allah dengan Shahib! Khalifah! Dan menyeru-Nya; Ya Shahibi, Ya Khalifati/Wahai Temanku! Wahai Khalifahku! Bukankah kalian ketika memasarkan bid’ah akidah sesat kalian senantiasa menteror kaum Muslimin dengan mengatakan kami tidak mensifati Allah melainkan dengan apa yang Allah sifati sendiri Dzat-Nya?! Lalu mengapakan kalian sekarang malu mensifati Allah dengan dua sifat dalam hadis shahih itu?!

۞  Hadis Keenam:
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda dalam doanya:

اللهم أنت الاول فليس قبلك شئ وأنت الآخر فليس بعدك شئ وأنت الظاهر فليس فوقك شئ وأنت الباطن فليس دونك شئ اقض عنا الدين واغننا من الفقر .

“Ya Allah, Engkaulah Dzat Yang Maha Awal, maka tiada sesuatu sebelum-Mu. Engkaulah Dzat Yang Maha Akhir Imam an Nawawi dalam syarah Shahih Muslimnya menerangkan: “Adapun dinamainya Allah dengan al Âkhir, maka tiada sesuatu setelah-Mu. Engkau lah Dzat Yang Maha Dzahir maka tiada sesuatu di atas-Mu dan Engkau lah Dzat yang Maha Bathin maka tiada sesuatu sebelum-Mu. Ya Allah lunasilah hutangku dan kayakan aku dari kefakiran.”
( Shahih Muslim,4/2084.a)
Al Hafidz al Baihaqi menegaskan:

أستدل بعض أصحابنا بهذا الحديث على نفي المكان عن الله تعالى ، فإذا لم يكن فوقه شئ ولا دونه شئ لم يكن في مكان

“Sebagian ulama kami berdalil dengan hadis ini dalam menafikan tempat bagi Allah –Ta’ala-, sebab jika taiad d attas sesuatu daan tiada sebelum(dibawah) nya sesuatu maka Dia tidak berada di tempat manapun/apapun.”
( Al Asmâ’ wa ash Shifât:400.)

۞ Hadis Ketujuh:
Abu Ya’la meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda:

أذن لي أن أحدث عن ملك قد مرقت رجلاه في الارض السابعة ، والعرش على منكبه ، وهو يقول سبحانك أين كنت وأين تكون.

“Aku telah diizinkan untuk menyampaikan berita bahwa ada seorang malaikat yang keduan kakinya terperosok dalam bumi lapis ketujuh  sedang Arsy berada di pundaknya, ia berkata, “Maha Suci Allah (dari) di mana Engkau? Di mana Engkau nanti?”
( Musnad Abu Ya’la,11/496.)


Makna ucapan malaikat di atas ialah: Aku mensucikan Mu -wahai Tuyhanku- dari dikatakan untuk Mu: di mana? Yaitu aku sucikan Engkau dari tempat! Dan tentunya hadis ini adalah bantahamn kuat atas radaksi hadis: aina Allah/di mana Allah yang diriwayatkan dalam sebagian jalur periwayatan!
Jika kaum Mujasssimah Wahhabiyah enggan menerima pemaknaan hadis di atas seperti yang saya sebutkan, dan tetap ‘ngotot’ mengatakan bahwa makna hadis itu tidak seperti yang saya katakana, maka saya harap mereka mampu mendatangkan pemaknaan yang tetap dalam pandangannya mereka! Dan apapaun tafsir yang mereka akan sebutkan yang pasti ia akan membentur keyakinan rusak mereka yang mereka tegakkan di atas pondasi hadis: aina Allah/di mana Allah! Jikaa mereka mengatakan bahwa hadis itu tidak menafikan adanya tempat, hanya saja malaikat itu tidak mengetahuinya, maka akan kami katakana: “Jika malaikat yang tergolong hamba-hamba terkedat Allah dan termasuk yang memikul Arsy-Nya saja tidak mengetahui di mana Allah, lalu bagaimana kaum Mujassimah, Wahhabiyah dan Albâniyun mengatakan bahwa Allah itu di langit?! Maha suci Allah dari pensifatan kaum jahil lagi sesat!

Kesimpulan:
Hadis-hyadis yang kami sebutkan di atas, dan banyak lainnya adalah bukti nyata kebatilan anggapan bahwa Allah SWT bertempat di atas langit di atas Arsy-Nya yang dipikul oleh para malaikat ciptaan-Nya! Nash-nash di atas bertentangan dengan zahir nash-nash yang mereka maknai secara zahir yang mereka sebut dengan istilah nash-nash al ‘Uluw/ketinggian fisikal Allah SWT. dan siapapun yang memaknai nash-nash itu secara zahirnya maka ia harus juga memaknai nash-nash yang kami sebutkan secara zahir juga! Jika tidak maka keduanya harus dita’wil. Adapu mena’wil nash tertentu dan memaknai yang menujukkan Allah bertempat dengan makna zahir adalah sikap mengikuti hawa nafsu dalam menanfirkan ayat-ayat mutasyâbihat yang menrupakan ciri orang-orang yang dalam hatinya ada kemencongan kepada kebatilan!









 Hadis riwayat Abu Ya’lâ di atas tela dishahihkan oleh :
1) Al hafidz Ibnu Hajar dalam kitab al mathâlib al ‘Âliyah,3/267, ia berkata, “Hadis itu riwayat Abu Ya’lâ. Dia shahih.”
2) Al Hafidz al Haitsami dalam Majma’ az Zawâid,1/80 dan 8/135, ia berkata, “Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Ya’lâ, dan seluruh perawinya adalah parawi hadis shahih.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar