Rabu, 12 Juni 2013

DUSTA ATAS NAMA IMAM SYAFI'I UTK MELARANG TAHLILAN



Mengusik amalan seseorang Muslim dengan menukil pernyataan Ulama dari kitab Muktabar secara serampangan (mengguting-gunting kalimat) merupakan perbuatan keji dan sangat tidak berakhlak. Selain termasuk telah menyembunyikan kebenaran, juga termasuk telah memfitnah Ulama yang perkataannya telah mereka nukil, merendahkan kitab Ulama dan juga telah menipu kaum Muslimin. Dakwah mereka benar-benar penuh kepalsuan dan kebohongan. Mengatas namakan Madzhab Syafi’I untuk menjatuhkan amalan Tahlil, sungguh mereka keji juga dengki








Kitab I’anatuth Thalibin (إعانة الطالبين)
adalah kitab Fiqh karangan Al-‘Allamah Asy-Syekh Al-Imam Abi Bakr Ibnu As-Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyatiy Asy-Syafi’i, yang merupakan syarah dari kitab Fathul Mu’in, Kitab ini sangat masyhur dikalangan masyarakat Indonesia dan juga salah satu kitab yang menjadi rujukan pengikut madzhab Syafi’iyyah dalam ilmu Fiqh diseluruh dunia. Namun, sayang, ada sebagain kecil kalangan yang tidak bermadzhab Syafi’i (anti Madzhab), mengaku pengikut salaf, mencomot-comot isi kitab ini untuk mengharamkan Tahlilan yang merupakan amalan sudah masyhur dikalangan pengikut madzhab Syafi’i


Bukannya berdakwah secara benar namun yang mereka lakukan, malah menunjukkan kedengkian hati mereka dan ketidak jujuran mereka dalam menukil perkataan ulama. Ini hanya salah satu kitab yang kami coba luruskan dari nukilan tidak jujur yang telah mereka lakukan, masih banyak lagi kitab Ulama yang dicomot serampangan oleh mereka, seperti kitab Al-Umm (Imam Syafi’i), Al-Majmu’ Syarah Muhadzab Imam An-Nawawi, Mughni al-Muhtaaj ilaa Ma’rifati Ma’aaniy Alfaadz Al Minhaj, dan kitab-kitab ulama lainnya.

* PEMBAHASAN


Setidak-tidaknya ada 5 pernyataan yang kami temukan, yang mereka comot dari kitab I’anah at-Thalibin secara tidak jujur dan memelintir (mensalah-pahami) maksud dari pernyataan tersebut untuk mengharamkan Tahlilan. Ini banyak dicantumkan disitus-situs mereka dan dikutip oleh sesama mereka secara serampangan pula. Berikut ini yang mereka nukil secara tidak jujur, yang punya kitab i’anah at-tholibin silahkan di teliti langsung.

1. Teks arabnya ;
(نعم، ما يفعله الناس من الاجتماع عند أهل الميت وصنع الطعام، من البدع المنكرة التي يثاب على منعها والي الامر) 


Ya, apa yang dilakukan manusia, yakni berkumpul di rumah keluarga si mayit, dan dihidangkan makanan, merupakan bid’ah munkarah, yang akan diberi pahala bagi orang yang mencegahnya, dengannya Allah akan kukuhlah kaidah-kaidah agama, dan dengannya dapat mendukung Islam dan muslimin” (I’anatuth Thalibin, 2/165)


2. Teks arabnya ;


وما اعتيد من جعل أهل الميت طعاما ليدعوا الناس إليه، بدعة مكروهة – كإجابتهم لذلك، لما صح عن جرير رضي الله عنه. كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعهم الطعام بعد دفنه من النياحة 

“Dan apa yang dibiasakan manusia tentang hidangan dari keluarga si mayit yang disediakan untuk para undangan, adalah bid’ah yang tidak disukai agama, sebagaimana datangnya para undangan ke acara itu, karena ada hadits shahih yang diriwayatkan dari Jarir Radhiallahu ‘Anhu: Kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga si mayit, mereka menghidangkan makanan setelah penguburannya, adalah termasuk nihayah (meratap) –yakni terlarang


3. Teks arabnya ;

 
وفي البزاز: ويكره اتخاذ الطعام في اليوم الاول والثالث وبعد الاسبوع، ونقل الطعام إلى القبر في المواسم 

“Dalam Kitab Al Bazaz : Dibenci menyediakan makanan pada hari pertama, tiga, dan setelah tujuh hari, dan juga mengirim makanan ke kuburan secara musiman



4. “Dan diantara bid’ah yang munkarat yang tidak disukai ialah apa yang biasa dikerjakan orang tentang cara penyampaian rasa duka cita, berkumpul dan acara hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram. (I’anatut Thalibin, Sarah Fathul Mu’in, Juz 2 hal. 145-146)

5. “Dan tidak ada keraguan sedikitpun, bahwa mencegah umat dari bid’ah munkarat ini adalah menghidupkan Sunnah Nabi SAW , mematikan BID’AH, membuka seluas-luasnya pintu kebaikan dan menutup serapat-rapatnya pintu-pintu keburukan, karena orang-orang memaksa-maksa diri mereka berbuat hal-hal yang akan membawa kepada hal yang diharamkan. (I’anatut Thalibin, Sarah Fathul Mu’in, Juz 2 hal. 145-146).

Point kelima  itulah yang mereka comot secara serampangan dan menterjemahkannya dengan memelintir maknanya. Kami akan mulai membahas point-point diatas, sebagai berikut :
=========================

POINT PERTAMA (1) : Nukilan diatas merupakan bentuk ketidakjujuran, dimana orang yang membacanya akan mengira bahwa berkumpul di tempat ahlu (keluarga) mayyit dan memakan makanan yang disediakan adalah termasuk bid’ah Munkarah, padahal bukan seperti itu yang dimaksud oleh kalimat tersebut
.
Mereka telah menggunting (menukil secara tidak jujur) kalimat tersebut sehingga makna (maksud) yang dkehendaki dari kalimat tersebut menjadi kabur. Padahal, yang benar, bahwa kalimat tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan sebelumnya. Itu sebabnya, kalimat yang mereka nukil dimulai dengan kata “na’am (iya)”
. 
~Berikut teks lengkapnya;
وقد اطلعت على سؤال رفع لمفاتي مكة المشرفة فيما يفعله أهل الميت من الطعام. وجواب منهم لذلك. (وصورتهما). ما قول المفاتي الكرام بالبلد الحرام دام نفعهم للانام مدى الايام، في العرف الخاص في بلدة لمن بها من الاشخاص أن الشخص إذا انتقل إلى دار الجزاء، وحضر معارفه وجيرانه العزاء، جرى العرف بأنهم ينتظرون الطعام، ومن غلبة الحياء على أهل الميت يتكلفون التكلف التام، ويهيئون لهم أطعمة عديدة، ويحضرونها لهم بالمشقة الشديدة. فهل لو أراد رئيس الحكام – بما له من الرفق بالرعية، والشفقة على الاهالي – بمنع هذه القضية بالكلية ليعودوا إلى التمسك بالسنة السنية، المأثورة عن خير البرية وإلى عليه ربه صلاة وسلاما، حيث قال: اصنعوا لآل جعفر طعاما يثاب على هذا المنع المذكور ؟ 
.
“Dan sungguh telah aku perhatikan mengeni pertanyaan yang ditanyakan (diangkat) kepada para Mufti Mekkah  tentang apa yang dilakukan oleh Ahlu (keluarga) mayyit perihal makanan (membuat makanan) dan (juga aku perhatikan) jawaban mereka atas perkara tersebut. Gambaran (penjelasan mengenai keduanya ; pertanyaan dan jawaban tersebut) yaitu, (semoga (Allah) mengabadikan manfaat mareka untuk seluruh manusia sepanjang masa), mengenai (bagaimana) pendapat para Mufti yang mulya (المفاتي الكرام) di negeri “al-Haram”tentang kebiasaan (urf) yang khusus di suatu negeri bahwa jika ada yang meninggal, kemudian para pentakziyah hadir dari yang mereka kenal dan tetangganya, lalu terjadi kebiasaan bahwa mereka (pentakziyah) itu menunggu (disajikan) makanan dan karena rasa sangat malu telah meliputi ahlu (keluarga mayyit) maka mereka membebani diri dengan beban yang sempurna (التكلف التام), dan (kemudian keluarga mayyit) menyediakan makanan yang banyak (untuk pentakziyah) dan menghadirkannya kepada mereka dengan rasa kasihan. Maka apakah bila seorang ketua penegak hukum yang dengan kelembutannya terhadap rakyat dan rasa kasihannya kepada ahlu mayyit dengan melarang (mencegah) permasalahan tersebut secara keseluruhan agar (manusia) kembali berpegang kepada As-Sunnah yang lurus, yang berasal dari manusia yang Baik  dan (kembali) kepada jalan Beliau (semoga shalawat dan salam atas Beliau), saat ia bersabda, “sediakanlah makanan untuk keluarga Jakfar”, apakah pemimpin itu diberi pahala atas yang disebutkan (pelarangan itu) ?

أفيدوا بالجواب بما هو منقول ومسطور. (الحمد لله وحده) وصلى الله وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه والسالكين نهجهم بعده. اللهم أسألك الهداية للصواب. نعم، ما يفعله الناس من الاجتماع عند أهل الميت وصنع الطعام، من البدع المنكرة التي يثاب على منعها والي الامر، ثبت الله به قواعد الدين وأيد به الاسلام والمسلمين.

“Penjelasan sebagai jawaban terhadap apa yang telah di tanyakan, (الحمد لله وحده) وصلى الله وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه والسالكين نهجهم بعده, Ya .. Allah aku memohon kepada-Mu supaya memberikan petunjuk kebenaran”.Iya.., apa yang dilakukan oleh manusia dari berkumpul ditempat ahlu (keluarga) mayyit dan menghidangkan makanan, itu bagian dari bid’ah munkarah, yang diberi pahala bagi yang mencegahnya dan menyuruhnya. Allah akan mengukuhkan dengannya kaidah-kaidah agama dan mendorong Islam serta umat Islam”
Betapa apa yang dikehendaki dari pernyataan diatas telah keluar konteks saat pertanyaannya dipotong sebagaimana nukilan mereka dan ini yang mereka gunakan untuk melarang Tahlilan

Ketidak jujuran ini yang mereka dakwahkan untuk menipu umat Islam atas nama Kitab I’anatuth Thalibin dan Al-‘Allamah Asy-Syekh Al-Imam Abi Bakr Ibnu As-Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathiy Asy-Syafi’i.

Dalam pertanyaan dan jawaban diatas, yang sebenarnya termasuk bagian dari bid’ah Munkarah adalah kebiasaan pentakziyah menunggu makanan (بأنهم ينتظرون الطعامdi tempat ahlu (keluarga) yang terkena mushibah kematian, akal sehat pun akan menganggap bahwa kebiasaan itu tidak wajar dan memang patut untuk di hentikan. Maka, sangat wajar juga bahwa Mufti diatas menyatakan kebiasaan tersebut sebagai bid’ah Munkarah, dan penguasa yang menghentikan kebiasaan tersebut akan mendapat pahala. Namun, karena keluasan ilmu dari Mufti tersebut tidak berani untuk menetapkan hukum “Haram” kecuali jika memang ada dalil yang jelas dan sebab-sebabnya pun luas
.

Tentu saja, Mufti tersebut kemungkinan akan berkata lain jika membahasnya pada sisi yang lebih umum (bukan tentang kasus yang ditanyakan), dimana pentakziyah datang untuk menghibur, menyabarkan ahlu (keluarga) mayyit bahkan membawa (memberi) bantuan berupa materi untuk pengurusan mayyit dan untuk menghormati pentakziyah yang datang

Pada kegiatan Tahlilan orang tidak akan datang ke rumah ahlul mushibah dengan kehendaknya sendiri, melainkan atas kehendak tuan rumah. Jika tuan rumah merasa berat tentu saja tidak perlu mengadakan tahlilan dan tidak perlu mengundang. Namun, siapa yang lebih mengerti dan paham tentang “memberatkan” atau “beban” terhadap keluarga mayyit sehingga menjadi alasan untuk melarang kegiatan tersebut, apakah orang lain atau ahlu (keluarga) mayyit itu sendiri ? tentu saja yang lebih tahu adalah ahlu (keluarga) mayyit


Keinginan ahlu (keluarga) mayyit untuk mengadakan tahlilan dan mengundang tetangga atau orang lain untuk datang ke kediamannya merupakan pertanda ahlu (keluarga) mayyit memang menginginkannya dan tidak merasa keberatan, sementara para tetangga (hadirin) yang diundang sama sekali tidak memaksa ahlu (keluarga) mayyit untuk mengadakan tahlilan. Ahlu (keluarga) mayyit mengetahui akan dirinya sendiri bahwa mereka mampu dan dengan senang hati beramal untuk kepentingan saudaranya yang meninggal dunia, sedangkan hadirin hanya tahu bahwa mereka di undang dan memenuhi undangan ahlu (keluarga) mayyit

Sungguh betapa sangat menyakitkan hati ahlu (keluarga) mayyit jika undangannya tidak dipenuhi dan bahkan makanan yang dihidangkan tidak dimakan atau tidak disentuh. Manakah yang lebih utama, melakukan amalan yang “dianggap makruh” dengan menghibur ahlu (keluarga) mayyit, membuat hati ahlu (keluarga) mayyit senang atau menghindari “yang dianggap makruh” dengan menyakiti hati ahlu (keluarga) mayyit ? Tentu saja akan yang sehat pun akan menilai bahwa menyenangkan hati orang dengan hal-hal yang tidak diharamkan adalah sebuah kebaikan yang berpahala, dan menyakiti perasaannya adalah sebuah kejelekan yang dapat berakibat dosa



Disisi yang lain antara ahlu (keluarga) mayyit dan yang diundang, sama-sama mendapatkan kebaikan. Dimana ahlu (keluarga) mayyit telah melakukan amal shaleh dengan mengajak orang banyak mendo’akan anggota keluarga yang meninggal dunia, bersedekah atas nama mayyit, dan menghormati tamu dengan cara memberikan makanan dan minuman. Pada sisi yang di undang pun sama-sama melakukan amal shaleh dengan memenuhi undangan, mendo’akan mayyit, berdzikir bersama, menemani dan menghibur ahlu (keluarga) mayyit. Manakah dari hal-hal baik tersebut yang diharamkan ? Sungguh ulama yang mumpuni benar-benar bijaksana dalam menetapkan hukum “makruh” karena melihat dengan seksama adanya potensi “menambah kesedihan atau beban merepotkan”, meskipun jika seandainya hal itu tidak benar-benar ada


Adanya sebagian kegiatan Tahlilan yang dilakukan oleh orang awam, yang sangat membebani dan menyusahkan, karena ketidak mengertiannya pada dalam masalah agama, secara umum tidak bisa dijadikan alasan untuk menetapkan hukum haram atau terlarang. Bagi mereka lebih pantas diberi tahu atau diajari bukan di hukumi.


Selanjutnya,
Point Kedua (2) : Juga bentuk ketidak jujuran dan mensalah pahami maksud dari kalimat tersebut. Kata yang seharusnya merupakan status hukum namun diterjemahkan sehingga maksud yang terkandung dari pernyataan tersebut menjadi berbeda. Ungkapan-ungkapan ulama seperti akrahu” (saya membenci), “makruh” (dibenci), “yukrahu” (dibenci), “bid’ah munkarah” (bid’ah munkar), “bid’ah ghairu mustahabbah” (bid’ah yang tidak dianjurkan), dan “bid’ah mustaqbahah” (bid’ah yang dianggap jelek), semua itu mereka pahami sebagai larangan yang berindikasi hukum haram mutlak. Padahal didalam kitab tersebut, berkali-kali dinyatakan hukum “makruh” untuk kegiatan berkumpul di rumah ahlu (keluarga) mayyit dan dihidangkan makanan,terlepas dari hokum-hukum perkara lain seperti takziyah, hokum mendo’akan, bersedekah untuk mayyit, dimana semua itu dihukumi sunnah

~Terjemahan “mereka” :“Dan apa yang dibiasakan manusia tentang hidangan dari keluarga si mayit yang disediakan untuk para undangan, adalah bid’ah yang tidak disukai agama, sebagaimana datangnya para undangan ke acara itu, karena ada hadits shahih yang diriwayatkan dari Jarir Radhiallahu ‘Anhu: Kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga si mayit, mereka menghidangkan makanan setelah penguburannya, adalah termasuk nihayah (meratap) –yakni terlarang.
.
~Berikut teksnya (yang benar)

 
وما اعتيد من جعل أهل الميت طعاما ليدعوا الناس إليه، بدعة مكروهة – كإجابتهم لذلك، لما صح عن جرير رضي الله عنه. كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعهم الطعام بعد دفنه من النياحة

“Dan kebiasaaan dari ahlu (keluarga) mayyit membuat makanan untuk mengundang (mengajak) menusia kepadanya, ini bid’ah makruhah (bid’ah yang makruh), sebagaimana mereka memenuhi ajakan itu, sesuai dengan hadits shahih dari Jarir ra, “Kami (sahabat) menganggap bahwa berkumpul ke ahlu (keluarga) mayyit dan menyediakan makanan (untuk mereka) setelah dikuburnya (mayyit) 



Mereka secara tidak jujur menterjemahkan status hukum “Makruh” pada kalimat diatas dan hal itu sudah menjadi tuntutan untuk tidak jujur bagi mereka sebab mereka telah menolak pembagian bid’ah. Karena penolakan tersebut, maka mau tidak mau mereka harus berusaha memelintir maksud bid’ah makruhah (bid’ah yang makruh) tersebut

Padahal bid’ah juga dibagi menjadi lima (5) status hukum namun mereka tolak, sebagaimana yang tercantum dalam kitab al-Imam an-Nawawi yaitu Syarah Shahih Muslim ;

أن البدع خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة

“Sesungguhnya bid’ah terbagi menjadi 5 macam ; bid’ah yang wajib, mandzubah (sunnah), muharramah (bid’ah yang haram), makruhah (bid’ah yang makruh), dan mubahah (mubah)” 
[Syarh An-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim, Juz 7, hal 105]


Bila ingin memahami perkataan Ulama madzhab Syafi’i, maka pahami juga istilah-istilah yang ada dan digunakan didalam madzhab Syafi’i. Penolakan mereka terhadap pembagian bid’ah ini, mengandung konsekuensi yang besar bagi mereka sendiri saat dihadapkan dengan kitab-kitab ulama Madzhab Syafi’iyyah, dan untuk menghidarinya, satu-satunya jalan adalah dengan jalan tidak jujur atau mengaburkan maksud yang terkandung dari sebuah kalimat. Siapapun yang mengikuti pemahaman mereka maka sudah bisa dipastikan keliru


Status hukum yang disebutkan pada kalimat diatas adalah “Makruh”.
Makruh adalah makruh dan tetap makruh, bukan haram. Dimana pengertian makruh adalah “Yutsab ala tarkihi wala yu’aqabu ala fi’lihi, yaitu mendapat pahala apabila ditinggalkan dan tidak mendapat dosa bila di lakukan”. Makruh yang disebutkan diatas, juga terlepas dari hokum takziyah itu sendiri

Kemudian persoalan “an-Niyahah (meratap)” yang pada hadits Shahih diatas, dimana hadits tersebut juga dikeluarkan oleh Ibnu Majah ;

عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ: كُنَّا نَرَى اْلاِجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ

“Kami (para sahabat) memandang berkumpul di ahlu (keluarga) mayyit dan membuat makanan termasuk bagian dari meratap”“An-Niyahah” memang perbuatan yang dilarang dalam agama. Namun, bukan berarti sama sekali tidak boleh bersedih atau menangis saat ada anggota keluarga yang meninggal dunia, sedangkan Rasulullah saja menangis mengeluarkan air mata saat cucu Beliau (Fatimah) wafat. Disaat Beliau mencucurkan air mata, (sahabat) Sa’ad berkata kepada Rasulullah


فَقَالَ سَعْدٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذَا فَقَالَ هَذِهِ رَحْمَةٌ جَعَلَهَا اللَّهُ فِي قُلُوبِ عِبَادِهِ وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ

“..maka Sa’ad berkata ; Ya .. Rasulullah (يَا رَسُولَ اللَّهِ) apakah ini ? “Ini (kesedihan ini) adalah rahmat yang Allah jadikan di hati para hamba-Nya, Allah hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang mengasisihi (ruhama’)” [HR. Imam Bukhari No. 1284]Rasulullah juga menangis saat menjelang wafatnya putra Beliau yang bernama Ibrahim, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin ‘Auf

,
فَقَالَ لَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ يَا ابْنَ عَوْفٍ إِنَّهَا رَحْمَةٌ ثُمَّ أَتْبَعَهَا بِأُخْرَى فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ وَلَا نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ

“..maka Abdurrahmah bebin ‘Auf berkata kepada Rasulullah, “dan anda wahai Rasulullah ?, Rasulullah berkata, “wahai Ibnu ‘Auf sesungguhnya (tangisan) itu rahmat, dalam sabda yang lain beliau kata, “sesungguhnya mata itu mencucurkan air mata, dan hati bersedih, dan kami tidak mengatakan kecuali apa yang menjadi keridhaan Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang bersedih karena perpisahanku dengan Ibrahim”
. [HR. Imam Bukhari No. 1303]

Rasulullah juga menangis di makam ibunda beliau sehingga orang yang bersamanya pun ikut menangis sebagaimana diriwayatkan di dalam hadis-hadis shahih [lihat Mughni al-Muhtaaj ilaa Ma'rifati Ma'aaniy Alfaadz Al Minhaj, Al-Allamah Al-Imam Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Dar el-Fikr, juz 1, hal. 356).

Maka meratap yang sebenarnya dilarang (diharamkan) yang disebut sebagai “An-Niyahah” adalah menangisi mayyit dengan suara keras hingga menggerung apalagi diiringi dengan ekspresi berlebihan seperti memukul-mukul atau menampar pipi,menarik-narik rambut, dan lain sebagainya

Kembali kepada status hokum “Makruh” diatas, sebagaimana juga dijelaskan didalam Kitab al-Mughniy ;

فأما صنع أهل الميت طعاما للناس فمكروه لأن فيه زيادة على مصيبتهم وشغلا لهم إلى شغلهم وتشبها بصنع أهل الجاهلية

“Maka adapun bila ahlu (keluarga) mayyit membuat makanan untuk orang, maka itu Makruh, karena bisa menambah atas mushibah mereka, menambah kesibukan mereka (merepotkan) dan meniru-niru perbuatan Jahiliyah” [Al-Mughniy Juz
II/215]

Makruh bukan haram, dan status hokum Makruh bisa berubah menjadi Mubah (Jaiz/boleh) jika keadaannya sebagaimana digambarkan dalam kitab yang sama, berikut ini;

وإن دعت الحاجة إلى ذلك جاز فإنه ربما جاءهم من يحضر ميتهم من القرى والأماكن البعيدة ويبيت عندهم ولا يمكنهم إلا أن يضيفوه

“Dan jika melakukannya karena ada (sebab) hajat, maka itu diperbolehkan (Jaiz), karena barangkali diantara yang datang ada yang berasal dari pedesaan, dan tempat-tempat yang jauh, dan menginap dirumah mereka, maka tidak bisa (tidak mungkin) kecuali mereka mesti di jamu (diberi hidangan)” [” [Al-Mughniy Juz II/215] 


Selanjutnya,
Point Ketiga (3) : Penukilan (pada point 3) ini juga tidak tepat dan keluar dari konteks, sebab pernyataan tersebut masih terikat dengan kalimat sebelumnya. Dan mereka juga mentermahkan status hukum yang ditetapkan dalam kitab Al-Bazaz.

~Terjemahan Mereka : “Dalam Kitab Al Bazaz: Dibenci menyediakan makanan pada hari pertama, tiga, dan setelah tujuh hari, dan juga mengirim makanan ke kuburan secara musiman.”


~Berikut teks lengkapnya yang benar :
وقال أيضا: ويكره الضيافة من الطعام من أهل الميت، لانه شرع في السرور، وهي بدعة. روى الامام أحمد وابن ماجه بإسناد صحيح، عن جرير بن عبد الله، قال: كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعهم الطعام من النياحة. اه. وفي البزاز: ويكره اتخاذ الطعام في اليوم الاول والثالث وبعد الاسبوع، ونقل الطعام إلى القبر في المواسم إلخ
.
“Dan (juga) berkata; “dan dimakruhkan penyediaan jamuan besar dari Ahlu (keluarga) mayyit, karena untuk mengadakankegembiran (شرع في السرور), dan ini adalah bi’dah. Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Ibnu Majah dengan isnad yang dshahih, dari Jarir bin Abdullah, berkata ; “kami (sahabat) menganggap berkumpulnya ke (tempat) ahlu (keluarga) mayyit dan menyediakan makanan bagian dari merapat”. Dan didalam kitab Al-Bazaz, “diMakruhkan menyediakan makanan pada hari pertama, ke tiga dan setelah satu minggu dan (juga) dikatakan (termasuk) makanan (yang dibawa) ke kuburan pada musiman”  
.
Apa yang dijelaskan didalam kitab Al-Bazaz adalah sebagai penguat pernyataan Makruh sebelumnya, jadi masih terkait dengan apa yang disampaikan sebelumnya. Namun sayangnya, mereka menukil separuh-separuh sehingga maksud dari pernyataan tersebut melenceng, parahnya lagi (ketidak jujuran ini) mereka gunakan untuk melarang Tahlilan karena kebencian mereka terhadap kegiatan tersebut dan tidak menjelaskan apa yang sebenarnya dimakruhkan
.
Yang dimakruhkan adalah berupa jamuan besar untuk tamu (“An-Dliyafah/الضيافة”) yang dilakukan oleh ahlu (keluarga) mayyit untuk kegembiraan. Status hukum ini adalah makruh bukan haram, namun bisa berubah menjadi jaiz (mubah) sebagaimana dijelaskan pada point 2 (didalam Kitab Al-Mughniy).


Selanjutnya,
Point Ke-Empat (4) : Lagi-lagi mereka menterjemahkan secara tidak jujur dan memenggal-menggal kalimat yang seharunya utuh
. 
~Terjemahan mereka ;  “Dan diantara bid’ah yang munkarat yang tidak disukai ialah apa yang biasa dikerjakan orang tentang cara penyampaian rasa duka cita, berkumpul dan acara hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram.” (I’anatut Thalibin, Sarah Fathul Mu’in, Juz 2 hal. 145-146). Mereka telah memotong kalimatnya hanya sampai disitu. Sungguh ini telah pembohongan publik, memfitnah atas nama ulama (Pengarang kitab I’anatuth Thabilibin)
. 
~Berikut teks lengkapnya (yang benar) ;
وفي حاشية العلامة الجمل على شرح المنهج: ومن البدع المنكرة والمكروه فعلها: ما يفعله الناس من الوحشة والجمع والاربعين، بل كل ذلك حرام إن كان من مال محجور، أو من ميت عليه دين، أو يترتب عليه ضرر، أو نحو ذلك.
.
“Dan didalam kitab Hasiyatul Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan Al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman al-Jamal) ; “dan sebagian dari bid’ah Munkarah dan Makruh mengerjakannya, yaitu apa yang dilakukan orang daripada berduka cita, berkumpul dan 40 harian, bahkan semua itu haram jika (dibiayai) dari harta yang terlarang (haram), atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya” 

Begitu jelas ketidak jujuran yang mereka lakukan dan penipuan terhadap umat Islam yang mereka sebarkan melalui website dan buku-buku mereka.

Kalimat yang seharusnya di lanjutkan, di potong oleh mereka. Mereka telah menyembunyikan maksud yang sebenarnya dari ungkapan ulama yang berasal dari kitab aslinya. Mereka memenggal kalimat secara “seksama” (penipuan yang direncanakan/disengaja) demi tercapainya tujuan mereka yaitu melarang bahkan mengharamkan Tahlilan, seolah olah tujuan mereka didukung oleh pendapat Ulama, padahal hanya didukung oleh tipu daya mereka sendiri yang mengatas namakan ulama. Bukankah hal semacam ini juga termasuk telah memfitnah Ulama ? menandakan bahwa pelakunya berakhlak buruk juga lancang terhadap Ulama ? Ucapan mereka yang katanya menghidupkan sunnah sangat bertolak belakang dengan prilaku penipuan yang mereka lakukan.

Selanjutnya,
Point Ke-Lima (5) : Terjemahan mereka : “Dan tidak ada keraguan sedikitpun, bahwa mencegah umat dari bid’ah munkarat ini adalah menghidupkan Sunnah Nabi SAW , mematikan BID’AH, membuka seluas-luasnya pintu kebaikan dan menutup serapat-rapatnya pintu-pintu keburukan, karena orang-orang memaksa-maksa diri mereka berbuat hal-hal yang akan membawa kepada hal yang diharamkan. (I’anatut Thalibin, Sarah Fathul Mu’in, Juz 2 hal. 145-146) Kalimat diatas sebenarnya masih berkaitan dengan kalimat sebelumnya, oleh karena itu harus dipahami secara keseluruhan


~Berikut ini adalah kelanjutan dari kalimat pada point ke-4 :

. وقد قال رسول الله (ص) لبلال بن الحرث رضي الله عنه: يا بلال من أحيا سنة من سنتي قد أميتت من بعدي، كان له من الاجر مثل من عمل بها، لا ينقص من أجورهم شيئا. ومن ابتدع بدعة ضلالة لا يرضاها الله ورسوله، كان عليه مثل من عمل بها، لا ينقص من أوزارهم شيئا. وقال (ص): إن هذا الخير خزائن، لتلك الخزائن مفاتيح، فطوبى لعبد جعله الله مفتاحا للخير، مغلاقا للشر. وويل لعبد جعله الله مفتاحا للشر، مغلاقا للخير.

memiliki khazanah-khazanah, khazanah-khazanah itu ada kunci-kuncinya (pembukanya), Maka berbahagialah bagi hamba yang telah Allah jadikan pada dirinya pembuka untuk kebaikan dan pengunci keburuka“Dan sungguh Rasulullah bersabda kepada Bilal bin Harits (رضي الله عنه) : “wahai Bilal, barangsiapa yang menghidupkan sunnah dari sunnahku setelah dimatikan sesudahku, maka baginya pahala seperti (pahala) orang yang mengamalkannya, tidak dikurangi sedikitpun dari pahala mereka (orang yang mengamalkan) dan barangsiapa yang mengada-adakan (membuat) bid’ah dhalalah dimana Allah dan Rasul-Nya tidak akan ridha, maka baginya (dosa) sebagaimana orang yang mengamalkannya dan tidak dikurangi sedikitpun dari dosa mereka”. dan Nabi bersabda ; “Sesungguhnya kebaikan (الخير) itu n. Maka, celakalah bagi hamba yang telah Allah jadikan pada dirinya pembuka keburukan dan pengunci kebaikan”

ولا شك أن منع الناس من هذه البدعة المنكرة فيه إحياء للسنة، وإماته للبدعة، وفتح لكثير من أبواب الخير، وغلق لكثير من أبواب الشر، فإن الناس يتكلفون تكلفا كثيرا، يؤدي إلى أن يكون ذلك الصنع محرما. والله سبحانه وتعالى أعلم.

“dan tidak ada keraguan bahwa mencegah manusia dari bid’ah Munkarah ini, padanya termasuk menghidupkan as-Sunnah, dan mematikan bagi bid’ah, dan membuka pada banyak pintu kebaikan, dan mengunci kebayakan pintu keburukan.. Maka jika manusia membebani (dirinya) dengan beban yang banyak, itu hanya akan mengantarkan mereka kepada perkara yang diharamkan.

Jika hanya membaca sepintas nukilan dari mereka, akan terkesan seolah-olah adanya pelarangan bahwa berkumpulnya manusia dan makan hidangan di tempat ahlu (keluarga) mayyit adalah diharamkan sebagaimana yang telah mereka nukil secara tidak jujur dipoint-4 atau bahkan ketidak jelasan mengenai bid’ah Munkarah yang dimaksud, padahal pada kalimat sebelumnya (lihat point-4) sudah dijelaskan dan status hukumnya adalah Makruh, namun memang bisa mengantarkan pada perkara yang haram jika membebani dengan beban yang banyak (تكلفا كثيرا) sebagaimana dijelaskan pada akhir-akhir point ke-5 ini dan juga pada point-4 yaitu jika (dibiayai) dari harta yang terlarang , atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya.

Demikian  untuk meluruskan nukil-nukilan tidak jujur dari “pendakwah salaf” yang katanya “pengikut salaf” namun sayang sekali prilaku mereka sangat bertolak belakang dengan prilaku salaf bahkan lebih buruk
,jangan terlalu percaya dengan nukilan-nukilan mereka, sebaiknya mengecek sendiri atau tanyakan pada ulama atau ustadz tempat saudara masing-masing agar tidak menjadi korban internet dan korban penipuan mereka. Masih banyak kitab ulama lainnya yang mereka pelintir maksudnya. Maka berhati-hatilah

~ smoga manfaat ~

91 komentar:

  1. Kenapa harus membela tahlilan?
    yang ga tentu dapat pahala

    masih banyak kan sunnah?
    seharusnya kita mati matian membela sunnah

    BUKAN MATI MATIAN MEMBELA TAHLILAN

    kewelscience.blogspot.com

    “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dasar otak udang sudah jelas keterangannya

      Hapus
    2. jelas orang ini ga tahu benar yang dimaksud bid'ah. orang jenis ini termasuk golongan waladdho-lli-n.

      Hapus
    3. Yg mengatakan otak udang dia otak kerupuk,makanya nggak ngerti karena cepat hancur,satu gigitan abis dah.begitu ilmunya yg di kepalanya itu.

      Hapus
    4. Kan sama org-org Wahabi memang tahlilan yg slldi permssalahkan yg sdh jelas kebaikannya,giliran tempat maksiat gk peduli

      Hapus
    5. Ga mudeng kau ya

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Tidak usah sok pintar membahas kitab Imam Syafi'i.
    Pelajari saja Quran dan Hadits.
    Nabi Muhammad, sebagai pembawa Islam, pernah mengadakan ritual tahlilan tidak, saat ada keluarga, kerabat, atau sahabat beliau ada yg wafat?
    Pernah mengajarkan tidak?
    Atau brgkali para sahabat beliau, ada yg mengadakan tidak?
    Tabi'in ada yg mengadakan tidak?
    Tabi'ut tabi'in ada yg mengadakan tidak?
    Minimal salah satu dri mereka ada yg pernah memerintahkan tidak?
    Jawabannya TIDAK.
    Mereka adalah pendahulu Ulama.
    Mereka yg memperkenalkan Islam pada dunia.
    Lakukan yg mereka lakukan, dan jangan lakukan yg mereka tidak lakukan, dalam urusan ibadah pada Allah.
    Mereka lebih tau cara yg benar dalam ibadah. Cara ibadah Nabi itu yg paling sempurna.
    Jangan mengarang2 cara ibadah baru,
    apalagi sampai memfitnah pendakwah salaf (penegak sunnah) sebagai penipu.
    Astaghfirullah.
    Wallahu a'lam bish-shawab.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Adakah anda duduk bersama Rasullullah, sehingga anda ingin menapikan ulama. tanpa ulama islam tidak akan sampai kepada anda....

      Hapus
    2. Dalam suatu perbedaan seharusnya kita bisa ambil sikap... contoh logikannya seperti ini :
      Anda ditawari sebuah minuman oleh seseorang.. tiba-tiba ada dua orang datang menghampiri anda.. yang satu mengatakan jangan diminum karena mengandung racun.. yang lain mengatakan boleh diminum karena tidak ada racunnya... bagaimana menurut anda? apakah anda akan tetap meminum atau tidak minuman tersebut karena kita tidak tahu... seperti juga kita tidak pernah duduk bersama nabi muhammad atau hidup di jaman nabi muhammad..

      Hapus
  4. Ini kalian menguatkan kebathilan kalian dengan sok2an paham Hukum...tuntunan kita Rasulullah..kalau lah tahlilan itu amalan baik..niscaya ada riwayat yg shohih yg menceritakan Rasul melakukannya...g usah berargumen dlu dngn pendapat ulam..apa yg d kerjakan dan d perintahkan Allah dan Rasul harus dikedepankan dari yg lainnya...andaikan itu baik...banyak para sahabat yg syahid di peperangan g ditahlilkan Rasul...takut lah pd Allah ya akhi...dngan mmbuat pernyataan yg tidak mndasar dari Alqur'an dan sunnah sedikitpun....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nyampe nya ajaran Rosululloh bukan kaya hujan turun dari langit begitu saja.pasti lewat ulama...

      Hapus
    2. Klo keyakinan orang dikampung ane klo tahlilan katanya ruh si mayit pulang kerumah. Soalnya Ustad ga pernah kasih tau sama orang awam. Malah sampai nyiapin sesajian kopi pahit, kopi manis, susu , teh, bakar kemenyan rokok lisong. Air kembang, persembahan buat keruhun. Klo dibilangin musyrik marah ajaran dari nenek moyang. Dicampur ajaran dukun. Dikampung ane jg heboh klo salah satu anggota keluarga /tetangga ga mau tahlilan. Orang sesat katanya klo ga tahlilan. Tapi orang ninggalin sholat biasa biasa aja. Versi Islam KTP.

      Hapus
  5. Ini kalian menguatkan kebathilan kalian dengan sok2an paham Hukum...tuntunan kita Rasulullah..kalau lah tahlilan itu amalan baik..niscaya ada riwayat yg shohih yg menceritakan Rasul melakukannya...g usah berargumen dlu dngn pendapat ulam..apa yg d kerjakan dan d perintahkan Allah dan Rasul harus dikedepankan dari yg lainnya...andaikan itu baik...banyak para sahabat yg syahid di peperangan g ditahlilkan Rasul...takut lah pd Allah ya akhi...dngan mmbuat pernyataan yg tidak mndasar dari Alqur'an dan sunnah sedikitpun....

    BalasHapus
  6. Sok mana ya?
    Orang yg mencoba mengikuti qur'an hadits berdasarkan pemahaman mereka yang telah masyhur keilmuannya seperti imam mazhab
    atau....
    Orang yang mencoba memahami Qur'an hadits langsung

    Dan lebih banyak mana potensi salahnya???

    Bingung saya sebagai orang bodoh, mohon maaf jika salah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngga ada org yg bisa memahami al quran dan hadis langsung tanpa melalui ulama'. krn mrk tak hidup pada masa rasul saw maupun tabiin. lalu dari mana dan bagaimana caranya memahami al quran langsung dan memahami hadis langsung. dan siapa yang bisa beribadah tanpa bermazhab ?

      Hapus
  7. Mohon maaf sy sebagai org bodoh coba menjawab,,pertama: kita sama2 sepakat bukan klo rasulullah sebaik2 manusia,sesempurna2 manusia,,ga ada kekurangan trhdp diri beliau,dan amalan2nya pun tdk akan ada manusia yg bisa menyamainya,,nah dlm hal ini bukan kh beliau tdk mencontohkan??apakah jaman dulu ga ada org matii??atau rasullulah kelupaan dlm amalan tahlilan???

    Yg kedua: ok kita anggap tahlilan gak haram seperti penjelasan diatas,yg disebutkan hukumnya makhruh,,kok mau2 melakukan amalan tp bermakna makhruh,,tau kan arti kata makhruh?? Dan satu lagi kok mau2 nya beramal yg terjadi perdebatan antara haram atau makhruh,,apa sdh kebanyakan amalan lain sehingga kekurangan??

    Mohon maaf sebelumnya,,sy hanya menyampaikan is pendapat sy yg ilmu nya jauh dr kata kesempurnaan,,krn kesempurnaan hanya milik Allah,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalaupun ada keterangannya dg adanya pembantaian ulama salafusholeh oleh wahabi di sertai pembakaran serta pemalsuan kitab kitab klasik,maka tidk mungkin kl bnyk sumber sumber rujukan keilmuan yg lenyap

      Hapus
    2. Penjelasan diatas kan tidak mewajibkan atau mensunahkan amalan tahlilan

      Hapus
  8. JADI KESIMPULAN DARI ARTIKEL INI (YANG SAYA FAHAMI) ADALAH: MARILAH KITA PERTAHANKAN BUDAYA MAKRUH KARENA TIDAK SAMPAI HARAM !

    BalasHapus
  9. Terserah apa komintar anda saya paling suka tahlilan.... karna dalam tahlilan sangat banyak amal baik... antara lain baca sholawat. Dzikir .. mendoakan mayit. Bersodakoh ... silaturrohim...bukan itu semua ada jelas dalilnya ... ini bukan persoalan berkumpul dan menunggu makan dan ratap meratap. Anda yg tdak suka tahlil diam saja .... tak usah menghujat syirik masuk neraka... yg bilang syirik blom tentu juga masuk surga....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang dasar ahlul tahlil hahaha. ..makan gratis hahahaha

      Hapus
    2. Kalau tidak tahlilan brdosa gk

      Hapus
  10. Kita lakukan keyakinan masing 2 ...' besok di akhirat baru tahu siapa masuk surga dan siapa siapa masuk neraka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya nnt di sana akan di tanya berapa banyak yg kamu makan dalam acara itu. ..Hahahaha. ..

      Hapus
  11. Kita lakukan keyakinan masing 2 ...' besok di akhirat baru tahu siapa masuk surga dan siapa siapa masuk neraka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Malaikat nanya sama ente makan ayam banyak yg mana ....pahanya kepalanya ....atau buntutnya...!!

      Hapus
  12. dari pada saling menghujat, saling menyalahkan, saling tuding sebaiknya kembalikan pada diri masing2 yang tahlilan monggo, yang tdk mau ya monggo, hakim paling terakhir perkara ini Allah SWT.. waallah a'lam...

    BalasHapus
  13. dari pada saling menghujat, saling menyalahkan, saling tuding sebaiknya kembalikan pada diri masing2 yang tahlilan monggo, yang tdk mau ya monggo, hakim paling terakhir perkara ini Allah SWT.. waallah a'lam...

    BalasHapus
  14. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  15. Kalau saya lihat artikel ini hny bertujuan mencari pembenaran. tetapi masih kebingungan dan akhirnya nyerah sampai2 kata2nya belepotan(salah tafsir).
    selain itu dia berkata TAHLILAN ADALAH MAKRUH/BID,AH MAKRUH. disisi lain juga mengatakan BERPAHALA. jadi mana bisa makruh berpahala bukan kah hukum makruh itu mendekati haram.
    kalu makruh ditinggalkan semua sepakat berpahala. selain itu apa tujuanya mengagungkan TAHLILAN? madzab 4 tidak pernah melakukan hal itu(tahlilan) dan tdk ada riwayat mereka melakukan nya bahkan JUGA TIDAK ADA SYARIAT DARI NABI. sangat farah lah jika hal makruh dibela mati matian dan buat apa juga membuat artikel seperti ini.
    *
    Imam Syafi’i ;“Adapun membacaAl-Qur’an dan menjadikanpahalanya untuk mayat, sholat atas mayat dan juga yang semisal keduanya maka madzhab Asy-Syafi’i dan mayoritas ulama berpendapat bahwasanya hal hal tersebut tidak akan sampai kepada mayat” (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 11/58).
    PERHATIKAN KATA2 DIATAS MENTRASFER AMAL TIDAK SAMPAI. org hny bs mendoakan bukaan kirim amal atau membacakan Alqur'an dan meshalati dng bertujuan buat jadi amal simayit.
    *
    berbuat bid,ah itu tujuanya memang baik tapi sbenarnya beribadah diatas kebodohan, bukan kah dalam islam itu ibadah itu harus dengan ilmu semua sepakat hal ini. Dan bukankah amalan bid,ah itu tertolak ya intinya sama ibadah tanpa ilmu tidak sah begitu juga bid,ah itu tertolak. berarti jelas bersedekah,bertaziyah...bertahlil di rumah ahli mayit adalah cara baru beramal tanpa ilmu dari rasulullah.

    BalasHapus
  16. kecuali jika sedekah itu diberikan kpd keluarga mayit(ini yg benar)/bukan sedekah kelurga mayit(menciptakan pesta besar buat undangan orang banyak yang kita kenal dengan SELAMATAN ORANG MATI.

    MENGADAKAN JAMUAN MAKANAN KEPADA ORANG BANYAK TERMASUK PESTA BESAR SEPERTI DALAM TAHLILAN.

    BalasHapus
  17. DiTahlilkan atau tidak ditahlilkan ketika seseorang muslim wafat,yg pasti itu bukan kewajiban orang yg mati tersebut.
    Yang paling penting bagi kita adalah perbanyaklah dzikir kalimat TAHLIL-"LAA ILAAHA ILLA ALLAH" selagi kita masih hidup.
    karna kata nabi : siapa yg akhir hayatnya mengucap kalimat itu maka dia pasti akan masuk surga.
    Amiiin ya rab..
    !!!

    Mari kita terus belajar ilmu islam kepada orang yg kita yakini paham dan ahlinya dalam ilmu islam. Lalu mengamalkannya dengan ikhlas karna allah.....

    BalasHapus
  18. DiTahlilkan atau tidak ditahlilkan ketika seseorang muslim wafat,yg pasti itu bukan kewajiban orang yg mati tersebut.
    Yang paling penting bagi kita adalah perbanyaklah dzikir kalimat TAHLIL-"LAA ILAAHA ILLA ALLAH" selagi kita masih hidup.
    karna kata nabi : siapa yg akhir hayatnya mengucap kalimat itu maka dia pasti akan masuk surga.
    Amiiin ya rab..
    !!!

    Mari kita terus belajar ilmu islam kepada orang yg kita yakini paham dan ahlinya dalam ilmu islam. Lalu mengamalkannya dengan ikhlas karna allah.....

    BalasHapus
  19. yg anti tahlilan , ada yg bilang nabi tdk mengajarkan , kenama budayakan hukum makruh .......heheheheh ada pertanyaan sedikit buat kalian ....1 apakah yg nabi tidak lakukan itu menjadi hukum larangan ???? 2 apakah bersedekah dengan nama mayit masuk dihukumi makruh ??? dan yg terakhir kalau menurut kalian semuah bidah itu sesat apakah kalian yakin kalian juga termasuk ahli bidah ????? kalau mau bicara hukum , coba kalian bedakan tahlilan itu ibadah mahdoh atau ghoiru mahdoh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Klo keyakinan orang dikampung ane klo tahlilan katanya ruh si mayit pulang kerumah. Soalnya Ustad ga pernah kasih tau sama orang awam. Malah sampai nyiapin sesajian kopi pahit, kopi manis, susu , teh, bakar kemenyan rokok lisong. Air kembang, persembahan buat keruhun. Dicampur ajaran dukun. Dikampung ane jg heboh klo salah satu anggota keluarga /tetangga ga mau tahlilan. Orang sesat katanya klo ga tahlilan. Tapi orang ninggalin sholat biasa biasa aja. Versi Islam KTP.

      Hapus
  20. Nyimak aja..!!! belum nemukan kebenaran..masih ada keraguan tentang hukum tahlilan ini..

    BalasHapus
  21. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  22. Klo keyakinan orang dikampung ane klo tahlilan katanya ruh si mayit pulang kerumah. Soalnya Ustad ga pernah kasih tau sama orang awam. Malah sampai nyiapin sesajian kopi pahit, kopi manis, susu , teh, bakar kemenyan rokok lisong. Air kembang, persembahan buat keruhun. Dicampur ajaran dukun. Dikampung ane jg heboh klo salah satu anggota keluarga /tetangga ga mau tahlilan. Orang sesat katanya klo ga tahlilan. Tapi orang ninggalin sholat biasa biasa aja. Versi Islam KTP.

    BalasHapus
  23. Astagfirulloh,,,-,- kalo ada yang ngasih ilmu yo diterima, urusan diamalkan enggaknya terserah anda semua,,, gak usah saling menyalahkan, sabda Rosululloh SAW:"perbedaan diantara ummatku adalah berkah.." saya bermadzhab ke Al-immamu asy_syafi'i tetap berpegang ke "setiap perkara yang di ada-adakn, adalah bid'ah, dan setiap bid'ah menyesatkan, dan setiap yang sesat itu pinnaar.." ALLAH swt yang MAHA tahu... malu ah, kalo kita sesama muslim so' tahu... ilmu kita sampai mana? sebanyak apa? ada yang ngasih ilmu meskipun dari org rendahan yah di terima urusan di amalkan atau tidak yah terserah... kalo anda semua punya ilmu juga meskipun dikit harus di bagikan, urusan di amalkan atau tidak oleh penerima bukan urusan anda.. yuk cari ilmu yang banyak, bagikan kesemua, urusan diamalkan ato enggak, itu urusan masing2. kalo banyak debat entar menjurusnya ke 'merasa paling benar' terus menjurus kesombong, inget lho, syetan aja sombong satu kali, di masukin ke neraka selamanya... ihhh aku mah ngeri da... hehe..

    BalasHapus
  24. Sebelum masa Muhammad ibn Abdul Wahab, para ulama membagi bid'ah ada yg menjadi Hasanah dan Mazmumah, Seperti Imam Syafi'i, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, dan al-Hafidz Imam Nawawi, Haqiqi dan Idhofi yang disampaikan oleh Imam Syathibi, bahkan Sulthanul Ulama Izzuddin Abdul Aziz ibn Abdus Salama membagi dalam 5 macam Wajib, Haram, Makruh, Sunnah, dan Mubah.
    Bid'ah Mazmumah, Bid'ah Haqiqi, dan Bid'ah Haram, menurut ulama tersebut, adalah mengada-ada dalam Agama yang menyelisihi/bertentangan (يخالف) dengan Al-Qur'an, as-sunnah, dan Ijma' ulama.
    Sesuatu yang baru dalam Agama yang bisa diketemukan dalilnya, baik dalil yang bersifat umum maupun khusus itu bukan bid'ah. Andai disebut bid'ah itu hanya bid'ah lughawi.
    Sementara pendapat Syaikh al-imam Muhammad ibn Abdul Wahhab, salah satu ulama khalaf, dan para penerusnya bahwa Bid'ah suatu bentuk ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah, Sahabat, dan Tabi'in.
    Sekarang tinggal ikhwan dan akhwat lebih percaya kepada ulama yang masa hidupnya dekat dengan Rasulullah atau lebih belakangan. Monggo tentukan sendiri.

    BalasHapus
  25. Menetapkan hukum tahlilan dengan hukum menyediakan makanan oleh keluarga mayyit adalah sesuatu yang berbeda. Rasul memang pernah meminta para para Sahabat untuk membuatkan makanan kepada keluarga ja'far karena ja'far meninggal karena terbunuh (حين قتل). Saya memahami keluarga yang ditinggal mati oleh orang tuanya karena terbunuh tentu tingkat kesudahannya lebih tinggi, dibanding mati karena sakit.
    Jarir ra berpendapat berkumpul di rumah mayit dan menyediakan makanan bagi mereka yang hadir termasuk kegiatan meratapi.
    Pertanyaan saya, apakah keluarga mayit dan yang diundang untuk tahlilan oleh keluarga mayit ada perasaan meratapi atas meninggal?
    Dalam teori ushul fiqih ada yang berbunyi: الحكم يدور مع علته عدما و وجودا yang pengertiannya bahwa status hukum itu dapat karena adanya perubahan illat.

    Menurut saya, status hukum tahlilan itu semestinya terkait dengan hukum sampai tidaknya kirim pahala kepada mayit.

    BalasHapus
  26. Kita patut menyimak mudzakarah Yang tidak seimbang antara Guru Besar Tafsir senior Prof. Salim Bajri dengan seorang doktor Yang usianya pantas menjadi anaknya Prof. Salim Bajri yg sering dipanggil Buya Yahya tentang sampai tidaknya mengirimkan pahala kepada mayyit. Ikhwan Dan akhwat dapat melihatnya di Youtube.
    Saya merasa ustaz pendukung dan yang anti terhadap berbagai amalan yang dianggap bid'ah oleh yang anti perlu ketemu untuk muzakarah, agar ustaz tidak tergelincir menjadi orang yang tidak memberitahukan ilmu kepada masyarakat.
    Orang awam yang tidak pernah mengkaji al-qur'an, al-Hadith, dan kitab secara memadai akan gampang percaya apa ustaz katakan, padahal ustaz tahu mestinya ada pendapat lain yang juga kuat atau bahkan lebih kuat yang tidak sampaikan.

    BalasHapus
  27. Kita patut menyimak mudzakarah Yang tidak seimbang antara Guru Besar Tafsir senior Prof. Salim Bajri dengan seorang doktor Yang usianya pantas menjadi anaknya Prof. Salim Bajri yg sering dipanggil Buya Yahya tentang sampai tidaknya mengirimkan pahala kepada mayyit. Ikhwan Dan akhwat dapat melihatnya di Youtube.
    Saya merasa ustaz pendukung dan yang anti terhadap berbagai amalan yang dianggap bid'ah oleh yang anti perlu ketemu untuk muzakarah, agar ustaz tidak tergelincir menjadi orang yang tidak memberitahukan ilmu kepada masyarakat.
    Orang awam yang tidak pernah mengkaji al-qur'an, al-Hadith, dan kitab secara memadai akan gampang percaya apa ustaz katakan, padahal ustaz tahu mestinya ada pendapat lain yang juga kuat atau bahkan lebih kuat yang tidak sampaikan.

    BalasHapus
  28. Menetapkan hukum tahlilan dengan hukum menyediakan makanan oleh keluarga mayyit adalah sesuatu yang berbeda. Rasul memang pernah meminta para para Sahabat untuk membuatkan makanan kepada keluarga ja'far karena ja'far meninggal karena terbunuh (حين قتل). Saya memahami keluarga yang ditinggal mati oleh orang tuanya karena terbunuh tentu tingkat kesudahannya lebih tinggi, dibanding mati karena sakit.
    Jarir ra berpendapat berkumpul di rumah mayit dan menyediakan makanan bagi mereka yang hadir termasuk kegiatan meratapi.
    Pertanyaan saya, apakah keluarga mayit dan yang diundang untuk tahlilan oleh keluarga mayit ada perasaan meratapi atas meninggal?
    Dalam teori ushul fiqih ada yang berbunyi: الحكم يدور مع علته عدما و وجودا yang pengertiannya bahwa status hukum itu dapat karena adanya perubahan illat.

    Menurut saya, status hukum tahlilan itu semestinya terkait dengan hukum sampai tidaknya kirim pahala kepada mayit.

    BalasHapus
  29. Sebelum masa Muhammad ibn Abdul Wahab, para ulama membagi bid'ah ada yg menjadi Hasanah dan Mazmumah, Seperti Imam Syafi'i, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, dan al-Hafidz Imam Nawawi, Haqiqi dan Idhofi yang disampaikan oleh Imam Syathibi, bahkan Sulthanul Ulama Izzuddin Abdul Aziz ibn Abdus Salama membagi dalam 5 macam Wajib, Haram, Makruh, Sunnah, dan Mubah.
    Bid'ah Mazmumah, Bid'ah Haqiqi, dan Bid'ah Haram, menurut ulama tersebut, adalah mengada-ada dalam Agama yang menyelisihi/bertentangan (يخالف) dengan Al-Qur'an, as-sunnah, dan Ijma' ulama.
    Sesuatu yang baru dalam Agama yang bisa diketemukan dalilnya, baik dalil yang bersifat umum maupun khusus itu bukan bid'ah. Andai disebut bid'ah itu hanya bid'ah lughawi.
    Sementara pendapat Syaikh al-imam Muhammad ibn Abdul Wahhab, salah satu ulama khalaf, dan para penerusnya bahwa Bid'ah suatu bentuk ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah, Sahabat, dan Tabi'in.
    Sekarang tinggal ikhwan dan akhwat lebih percaya kepada ulama yang masa hidupnya dekat dengan Rasulullah atau lebih belakangan. Monggo tentukan sendiri.

    BalasHapus
  30. Sebelum masa Syaikh al-imam Muhammad ibn Abdul Wahab, para ulama membagi bid'ah ada yg menjadi Hasanah dan Mazmumah, Seperti Imam Syafi'i, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, dan al-Hafidz Imam Nawawi, Haqiqi dan Idhofi yang disampaikan oleh Imam Syathibi, bahkan Sulthanul Ulama Izzuddin Abdul Aziz ibn Abdus Salama membagi dalam 5 macam Wajib, Haram, Makruh, Sunnah, dan Mubah.
    Bid'ah Mazmumah, Bid'ah Haqiqi, dan Bid'ah Haram, menurut ulama tersebut, adalah mengada-ada dalam Agama yang menyelisihi/bertentangan (يخالف) dengan Al-Qur'an, as-sunnah, dan Ijma' ulama.
    Sesuatu yang baru dalam Agama yang bisa diketemukan dalilnya, baik dalil yang bersifat umum maupun khusus itu bukan bid'ah. Andai disebut bid'ah itu hanya bid'ah lughawi.
    Sementara pendapat Syaikh al-imam Muhammad ibn Abdul Wahhab, salah satu ulama khalaf, dan para penerusnya bahwa Bid'ah suatu bentuk ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah, Sahabat, dan Tabi'in.
    Sekarang tinggal ikhwan dan akhwat lebih percaya kepada ulama yang masa hidupnya dekat dengan Rasulullah atau lebih belakangan. Monggo tentukan sendiri.

    BalasHapus
  31. Sebelum masa Syaikh al-imam Muhammad ibn Abdul Wahab, para ulama membagi bid'ah ada yg menjadi Hasanah dan Mazmumah, Seperti Imam Syafi'i, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, dan al-Hafidz Imam Nawawi, Haqiqi dan Idhofi yang disampaikan oleh Imam Syathibi, bahkan Sulthanul Ulama Izzuddin Abdul Aziz ibn Abdus Salama membagi dalam 5 macam Wajib, Haram, Makruh, Sunnah, dan Mubah.
    Bid'ah Mazmumah, Bid'ah Haqiqi, dan Bid'ah Haram, menurut ulama tersebut, adalah mengada-ada dalam Agama yang menyelisihi/bertentangan (يخالف) dengan Al-Qur'an, as-sunnah, dan Ijma' ulama.
    Sesuatu yang baru dalam Agama yang bisa diketemukan dalilnya, baik dalil yang bersifat umum maupun khusus itu bukan bid'ah. Andai disebut bid'ah itu hanya bid'ah lughawi.
    Sementara pendapat Syaikh al-imam Muhammad ibn Abdul Wahhab, salah satu ulama khalaf, dan para penerusnya bahwa Bid'ah suatu bentuk ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah, Sahabat, dan Tabi'in.
    Sekarang tinggal ikhwan dan akhwat lebih percaya kepada ulama yang masa hidupnya dekat dengan Rasulullah atau lebih belakangan. Monggo tentukan sendiri.

    BalasHapus
  32. Klo mo liat siapa ulama yg lebih dekat knpa ga contoh umat terbaik dri umat ini pak??
    Apakah umat terbaik dlm islam melaksanakan hal ini.. kan tidak bukan,trs siapa ulama yg bapak maksud hidupnya lebih dekat dg masa Rasulullah??

    Lagian ya iya lah pak imam syafi'i ga melarang tahlilan wong tahlilan baru ada setelah muktamar NU ,reinkarnasi nama dri dulunya bernama selametan ,kan gtu ya pak ali,benarkan klo saya salah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saudara pijhe aje yg dirahmati Allah,
      Sudah disebutkan oleh Pak Ali Anwar, mana Ulama yg lebih dekat dengan Rasulullah SAW dan mana yg setelahnya (Ulama Khalaf)

      Wallahu a'lam

      Hapus
    2. Wes" gak usah debat trlalu panjang. Surga mah luas bisa dibagi kok antara pecinta tahlil dan pembenci tahlil

      Hapus
  33. Siapa yg setuju tahlilan ya silakan, yg tdk setuju ya silakan. Masing2 umat muslim punya keyakinan sendiri2.selama tidak menyimpang ya gpp. yg biasa tahlilan sdh terbiasa dgn tahlilan dkluaganya turun temurun, yg tdk nrima begitu saja klo ada yg bilang tahlilan bid'ah. yg bilang tahlilan bid'ah mungkn maksudnya memberi tau.Jd perbedaan ini jgn dijadikn perdebatan dan perselisihan.apalgi sampai mengeluarkn kata2 tdk sopan. Jadikn perbedaan itu indah dan damai. Krn islam kita cinta damai...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba Shofia Ramadhan.
      Jangan sampai termasuk golongan Khawarij, yg merasa paling benar dan gemar menuduh mencela org lain kafir/sesat dll
      Jangan jauhi ulama waratsatul anbiya yg ilmunya sampai ke Rasulullah SAW

      Wallahu a'lam

      Hapus
  34. Beza kafir dan muslimin amat jauh sekali, namun berdamai dengab panduan surah al kafirun. Justru yg kedua pihak saling menghormati, contoh nya yg suka tahlilan jangan mendesak org yg ngak mahu tahlilan kerana mahu dpt pahala hasil penolakan amalan makruh.

    Dan yg ngak mahu tahlilan jangan mendesak yg mahu makruh tahlilan itu.


    Sejujur nya, pihak mana yg sering melanggar syarat pendamaian. Yang mendesak tahlilan kah atau yg melarang tahlilan setelah lakum dinukum waliyadeen. Yg bener aje ya.

    BalasHapus
  35. Beza kafir dan muslimin amat jauh sekali, namun berdamai dengab panduan surah al kafirun. Justru yg kedua pihak saling menghormati, contoh nya yg suka tahlilan jangan mendesak org yg ngak mahu tahlilan kerana mahu dpt pahala hasil penolakan amalan makruh.

    Dan yg ngak mahu tahlilan jangan mendesak yg mahu makruh tahlilan itu.


    Sejujur nya, pihak mana yg sering melanggar syarat pendamaian. Yang mendesak tahlilan kah atau yg melarang tahlilan setelah lakum dinukum waliyadeen. Yg bener aje ya.

    BalasHapus
  36. kalau kita tidAk MELAKUKAN tahlilan apakah dosa ? karena saya bingung mana yg harus diikuti...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak dosa bos
      Swante wes
      Sg dosa iku ngafirno wong sg jelas" masih menjalankan rukun Islam dan tak sampai berbuat, berucap atau berkeyakinan yg menyimpang dri Tauhid

      Hapus
  37. Tidak perlu bingung,jika tidak ada dalilnya untuk melakukan amalan tersebut lebih baik konsentrasi pada amalan yg sudah jelas ada dalilnya. Karna masih sangat banyak amalan amalan yg ada dalilnya yg kita belum bisa lakukan semua. Wallahu a'lam

    BalasHapus
  38. Tidak perlu bingung,jika tidak ada dalilnya untuk melakukan amalan tersebut lebih baik konsentrasi pada amalan yg sudah jelas ada dalilnya. Karna masih sangat banyak amalan amalan yg ada dalilnya yg kita belum bisa lakukan semua. Wallahu a'lam

    BalasHapus
  39. Misalkan kalau membaca Al-Qur'an diniatkan pahalanya untuk mayyit, apakah tidak bertentangan dengan Hadist Nabi yang menyebutkan ketika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah semua amalannya kecuali 3 yaitu Ilmu yang bermanfaat, Sedekah Jariyah dan Doa anak yang sholeh.

    Kemudian Sunnahnya ketika ada kematian, membuatkan makanan kepada keluarga mayyit agar meringankan beban keluarga mayyit atas musibah yang dialami. Kalaupun Tahlilan itu dibolehkan, apakah tidak memberatkan keluarga mayyit mengingat biaya yang dikeluarkan cukup besar.

    Mohon penjelasannya ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Izin jawab, "inqotho'a amaluhu" artinya terputus amal si mayyit, itu karna si mayyit ga bisa beramal soleh lg karna sudah meninggal, bukannya amal baik yang pahalanya dihadiahkan ke si mayyit,

      Jd tetap sampai pahala yang kita niatkan untuk si mayyit sesuai dalil2 yang ada di link di bawah ini,

      https://m.facebook.com/permalink.php?story_fbid=236997929700372&id=142545949145571


      Maaf ana cuma nyantumin sumbernya bukan dalil2nya, soalnya banyak

      Hapus
    2. Izin jawab, "inqotho'a amaluhu" artinya terputus amal si mayyit, itu karna si mayyit ga bisa beramal soleh lg karna sudah meninggal, bukannya amal baik yang pahalanya dihadiahkan ke si mayyit,

      Jd tetap sampai pahala yang kita niatkan untuk si mayyit sesuai dalil2 yang ada di link di bawah ini,

      https://m.facebook.com/permalink.php?story_fbid=236997929700372&id=142545949145571


      Maaf ana cuma nyantumin sumbernya bukan dalil2nya, soalnya banyak

      Hapus
    3. Terima Kasih Pak Fajar Sofyan dan Penulis.
      Memang saat ini banyak (kembali) yg merasa sudah faham Islam dgn mempelajari Islam langsung (mengutip) pada Al Quran dan Hadits, merasa bisa menafsirkan sendiri isi Quran dan Hadits tanpa merujuk para Ulama terdahulu. Mereka mengutip Alquran / Hadits dan langsung menafsirkan dengan logika mereka sendiri.
      Imam Ahmad pernah berkata, utk menjadi seorang Mujtahid, selain hafal Quran, jg hrs hafal minimal 500.000 hadits. Imam Bukhori dan Imam Muslim pun jml hafalan haditsnya blm memadai utk menjadi mujtahid/imam mahzab (7000-9000an hadits yg dibukukan), makanya byk yg berpendapat beliau2 ini sebenarnya bermahzab (byk merujuk pada) Imam Syafi'i yg hafalan haditsnya lebih dari 1 juta.

      Celakanya lagi, mereka (yg tidak memgindahkan pendapat ulama) ini gemar dan mudah menuduh sesat muslim lain bahkan tak sungkan mencela menertawakan dgn sebutan bodoh, ahli bid'ah dll.

      MUNGKIN ini yg dimaksud Rasulullah SAW dlm haditsnya

      “Akan keluar suatu kaum dari umatku, mereka membaca Alquran, bacaan kamu dibandingkan dengan bacaan mereka tidak ada apa-apanya, demikian pula shalat dan puasa kamu dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka tidak ada apa-apanya. Mereka membaca Alquran dan mengiranya sebagai pembela mereka, padahal ia adalah hujjah yang menghancurkan alasan mereka. Shalat mereka tidak sampai ke tenggorokan, mereka lepas dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya.” (HR. Abu Dawud)

      Wallahu a'lam

      Hapus
    4. “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca (menghafal) al-Qur’ân, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’ân dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’ân, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allâh, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Bukhâri dalam at-Târîkh, Abu Ya’la, Ibnu Hibbân dan al-Bazzâr. Disahihkan oleh Albani dalam ash-Shahîhah, no. 3201).

      Hapus
    5. Wes"
      Memberatkan atau tidak itu urusan ahlinya mayyit
      Kita gak tau kelihatannya kayak memberatkan bisa jadi si ahli mayyut malah senang dan gak merasa keberatan

      Hapus
  40. Artikel ini fokus pada pendapat madzhab syafi'i tentang acara kematian di rumah.
    Anehnya Madzhab As Syafi'i bilangnya makruh, bacaan Al Quran tidak sampai pada si mayit. Tapi kenapa yang merasa bermadzhab asy syafi'i di sini malah sebaliknya....
    Yang saya tahu madzhab yang menyatakan sampainya pahala bacaan Al Quran pada si mayit adalah madzhab imam Ahmad bin Hambal yang biasanya dibilang wahhabi...

    BalasHapus
  41. Ini masalah tahlilan dan maulid ujung2 nya duit, sebenarnya mereka pelaku bidah ini tahu lho( hukumnya makruh) tapi gimana lagi mau koreksi nanti dipecat/ dikucilkan dari koloni nya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wes"
      Gak usah mmjudge seseorang atau kelompok
      Sapa tahu yg anda judge lebih baik

      Hapus
  42. Simpel aja sih ...
    pertanyaannya ...
    1. Siapa Pemimpin tahlilan saat Rosulullah ﷺ Wafat?
    2. Siapa Pemimpin Tahlilan saat Imam Syafi'i radhiyallahu 'anhu Wafat ?

    BalasHapus
  43. Kalau saya sih simpel aja: Nabi suruh kerabat atau tetangga membawakan makanan kepada keluarga si mayit. Jangan sampai kita lakukan sebaliknya... keluarga si mayit yg nyediakan makanan untuk tetangga.. itu malah berlawanan 100 persen dengan apa yg Nabi kita suruh.

    BalasHapus
  44. Coba buka surat Muhammad ayat 19, itu dalil mendoakan orang lain ( baik yg masih hidup atau yg sudah meninggal).
    Mengenai masalah sedekah, coba anda cari hadits tentang seorang sahabat yg bertanya kepada Rasulullah SAW bahwa dia ingin bersedekah pohon kurma yang pahalanya untuk ibunya yg telah meninggal apakah akan sampai pahala tsb ke Alm. Ibunya, Rasulullah SAW bersabda bahwa pahalanya akan sampai.

    BalasHapus
  45. URUN REMBUG DARI SI DHOIF :
    TAHLIL ITU KAN :
    1. BACAANYA KULHU 3X, FALAQ 1X, ANNAS 1X, PATEHA 1X, ALIF LAM MIEM S/D ULAIKA + AYAT KURSI + 2 AYAT TERAKHIR SURAT AL BAQARAH. SETELAH ITU DITERUSKAN BACAAN DZIKIR, KALIMAT TAUHID, SELAWAT ATO BACA YASIN, DLL...MENURUT SY BACAAN2 TSB ADALAH TDK MENYIMPANG DARI SARAK/BAIK.
    2. TEMPAT DI AHLU MAYYIT ITU ADALAH BAIK KARENA UNTUK MENGHIBUR SI AHLU MAYYIT.
    3. MAKANAN BIASANYA DISAJIKAN SEKEDARNYA KECUALI KELUARGA YG BERADA DAN PARA KELUARGA/TETANGGA, TEMAN, SAHABAT HANDAITOLAN BERGOTONG RAYONG JUGA UNTUK MENYUMBANG. DALAM HAL INI APABILA MASIH DIRAGUKAN MENGENAI JUMLAH SUMBANGAN YG TIDAK MENCUKUPI MAKA SARAN SAYA DIADAKAN KOTAK SUMBANGAN KELILING UNTUK DIEDARKAN KELILING KE PESERTA TAHLILAN/TETANGGA YG BELUM MENYUMBANG.
    4. MENGENAI TAHLILAN TSB ADALAH MERUPAKAN IJMA YAITU KESEPAKATAN PARA ULAMA KAWAK DALAM MENETAPKAN HUKUM DALAM AGAMA BERDASARKAN AL QURAN DAN HADIS DALAM SUATU PERKARA YG TERJADI.
    5. PADA INTINYA TAHLILAN ADALAH BAIK DAN PERLU DI LESTARIKAN... BANDINGKAN DENGAN SUATU RUMAH/KELUARGA YG SETELAH TERJADI KEMATIAN KELUARGANYA TDK ADA SUARA TAHLILAN...SEPI, SUNYI. KAYANYA GAK PANTAS
    --------------KESIMPULANNYA AKU MENYUKAI TAHLILAN-----------------
    KARENA SETIAP MUSLIM DIBOLEHKAN BERDOA UNTUK MUSLIM LAINNYA :
    ALLAHUMMAGHFIR LIL MUSLIMINA WAL MUSLIMAT WAL MU'MININ WAL
    MU'MINAT

    BalasHapus
  46. lakum dinukum waliyadiin..
    titik.

    BalasHapus
  47. Satu kata dari ane. Yang ga suka tahlilan, WAHABI GOBLOKKK!!.
    Terimakasih

    BalasHapus
  48. Sesama Muslim jng merasa paling benar amalannya apalagi menyesatkan muslim yg lainya....jgn dikit2 kmbali Qur'an dan hadits klo belum faham Quran dan hadits...klo cuma faham Quran dan hadits lewat terjemahan nnti dulu.... click

    BalasHapus
  49. Yg ngaku2 hidupkan sunnah saya mau tanya udah berapa sunnah yg dilakukan dalam wudu???dan saya mau tanya ada berapa sunnah yg ada dalam wudu???

    BalasHapus
  50. Yg gak pernah baca kitab madhab syafii gk usah mengomentari kitabnya apalagi membahasnya dgn niat meremehkan kitab mereka dan ajaran mereka

    BalasHapus
  51. Bismillahirrohmanirrohim.saudaraku seiman,akhi/ukhti yang dirahmati allah..Jangan lah merasa diri baik dari orang lain..karna sesungguhnya allah lah yang maha menghetaui isi hati dan pikiran manusia..segala sesuatu dalam ibadah dan perbuatan itu tergantung pada niat..bisa jadi mereka yang ikut dalam acara tersebut niat nya baik..sedangkan yang tak ikut merasa diri nya sombong dan dengki karna mereka mengaku paling melaksanakan sunnah rasullulah..kalian liat hati kalian disini masing2 saling hujat menghujat sesama muslim apakah rasullulah mengajarkan seperti ini? Setiap perbuatan kebaikan walaupun sebesar biji sawi maupun perbuatan buruk kelak ada pertanggung jawaban masing2..yang menjadi hakim atas kehidupan ini adalah allah.perbaiki niat antum semua..perbaiki dlu kepribadian dan amal ibadah antum dulu jangan merasa diri lebih baik dari orang lain..bukan kah kita sesama muslim bersaudara?kenapa klo setiap ngebahas masalah hal ini selalu jadi perbuatan yang seolah2 menginakan sesama muslim..jadi bahan ejekkan,jadi bahan mengkafir2kan,bahan bid'ah,sesaat,nauzubillah apakah itu yang diajarkan allah dalam al Quran dan baginda nabi?dan bagaimana kalian menanggapi tentang maulid nabi yang seorang hafidz hadist 100 rbu hadist habib umar bin abdullah bin hafidz keturunan baginda nabi yang mempunyai ilmu memperbolehkan bagaimana dengan antum yang bukan keturunan nabi apa sama dengan membahas masalah tahlilan ini?hati2 klo berguru,cari lah guru yang mempunyai adab,klo cuma menyombongkan ilmu iblis pun lebih tinggi ilmu nya tapi dia tempat nya dineraka,jadi mari kita koreksi diri masing2 niat antum belajar ilmu untuk jadi sombong atau membuat antum jadi lebih baik?banyak kisah2 para nabi,sahabat,tabiin 4 mashab,banyak yang jadi pelajaran utk kita,tdk boleh kita mengecap dia bid'ah,dia sesat,dia tempatnya dineraka,hanya allah yang maha menghakimi,maha pengasih,maha mengetaui isi hati antum semua,coba koreksi tulisan antum dan komentar antum semua disini?yach merasa diri antum benar dia salah,nauzubillah..saling mengujat,,saling dengki,,saling hina,,saling paling merasa ngikutin sunnah rasullulah allah yg tau keseharian kita semua,sholat berjamaah gk nya,,ngikutin apa gk sunnah rasul yang lain apa gk?ngerasa paling hebat ilmu nya saling debat bawa2 hadist,kitab,mashab subhanallah..gk malu sama allah..allah meliat perbuatan antum isi hati antum semua??? Ayo sama2 kita jaga persaudaraan,kita saling mengargai,kita sama2 jaga agama allah dari musuh2 allah yg menjajah saudara kita dibelaan dunia sana..bukan malah sesama muslim kita harus seperti ini,,doa kan kebaikan kepada sesama muslim yang lain agar diberi hidayah di ampuni dosa dan kesalahan kita umat muslim itu yg benar,bukan menghujat ini salah,ini gk ada dahlilnya,mungkin antum benar dan bisa juga antum salah,,ingat ada malaikat yg mencatat amal kebaikan dan keburukan antum selalu mengawasi setiap saat,ayo sama2 kita bertaubat,memohon sesama allah agar senatiasa kita diberikan kesabaran dan keikhlasan dalam mencari ilmu agar bermanfaat utk orang lain bukan utk menjadikan kita menjadi manusia yg sombong,tahapan dalam menuntut ilmu ada 3:pada tahapan pertama dia akan sombong,tahapan kedua dia akan rendah diri(sabar),tahapan ketiga ia akan merasa diri nya bukan apa2(ikhlas),seperti halnya semakin banyak ilmu seorang guru maka ia akan semakin menunduk (ilmu padi).sama hal nya dalam islam,iman dan ihsan itu semua harus kita pelajari jika ingin mempunyai adab yang baik,jika ilmu mu sudah mencapai ihsan adalah seolah2 kau beribadah dihadapan allah,"sesungguhnya sholatku,ibadahku dan matiku hanya untuk allah".maaf saya fakir ilmu..tak pantas saya menggurui antum yang berilmu,berguru..tetapi saya sebagai seorang muslim mempunyai kewajiban menasehati sesama saudara seiman,,mohon maaf ada kata yang tak berkenaan,,jadikan diri kita lebih baik lagi sesama saudara menegur tanpa mengina..menasehati tanpa menyakiti..hanya allah lah yang memutuskan baik dan salah.barakallahu fiikum

    BalasHapus
  52. Saya heran kenapa soal tahlilan saja diributkan padahal itu bentuk kalimat mengagungkan Allah ,,jangan lah dengki kepada amalan saudara muslim mu sepanjang dihatinya masih teguh kalimat lailahailallah apakah tidak senang didalam rumah orang yg kesusahan setiap malam orang mengagungkan kalimat2 Allah kalau tidak senang dgn amalan itu jgnlah sampai menghujat .soal sampai tidaknya itu urusan Allah ,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selain haram ..
      Tertolak mas..
      Sia_sia lah...
      Buat apa Allah utus nabiuhammad??klo bukan buat contoh?

      Hapus
  53. Klo emng mendoakan si mayit tdk sampai...mngpa dlm sholat janazah ada doa untuk si mayit

    BalasHapus
  54. Ya sudah jawab pertanyaan saya sesuai apa yg saya tanya ya??jawab jujur,ikhlas dan ada dalil riwayat hadis shoheh..
    Pertanyaannya;"waktu Rasulullah wafat,sahabat siapa yang menjadi pemimpin tahlilanya???
    Biar gampang saya kasih pilihan ganda dah nih..haha 546x...🤣tp pake dalil ya hey ustad amplop hehe...
    A.abu bakar as sidik
    B.utsman bin affan
    C.umar bin Khatab
    D.ali bin Abi thalib.

    BalasHapus
  55. Persamaan muslim sekarang sama kristen sekarang,lebih percaya sama orang yg makin kesini,gk percaya sama orang yg lebih deket dari pada nabi masing2.padahal dah ada di islam udah ada ilmu hadist tinggal pilih hadist mana yg paling shoheh,padahal dari seluruh imam 4 madzhab mereka semua mengatakan jika ada pendapat ku berlawanan dengan al qur'an dan sunah maka buanglah pendapat ku tolaklah pendapat ku.

    BalasHapus