Minggu, 16 Juni 2013

BACAAN QUR'AN KEPADA MAYYIT


  PERMASALAHAN QAUL MASYHUR DALAM MADZHAB IMAM ASY-SYAFI’I YANG MENYATAKAN TIDAK SAMPAINYA BACAAN KEPADA MAYAT

 

Pernyataan qaul masyhur bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada orang mati adalah tidak mutlak, itu karena ada qaul lain dari Imam asy-Syafi’i sendiri yang menyatakan sebaliknya. Disinilah kita perlu memahami sebuah kalimat ungkapan karakter bahasa, sebenarnya jika kita mau sedikit meluangkan Akal untuk sedikit berpikir, maka Ungkapan seperti itu tidak akan membuat kita heran, kenapa? karena memang sudah semestinya jika bacaan apapun tidak akan sampai pada Mayat!! bahkan tidak hanya bacaan saja, semua amalan kita tidak akan sampai ke orang lain, atau mayat. Namun Pemikiran Salafi/Wahhabi tidak terbuka untuk ini rupanya. Demikian juga Perkataan jelek atau amalan jelek kita juga tidak akan sampai atau di bebankan kepada Orang lain atau Mayat, jika memang amalan jelek kita itu tidak ada sangkut pautnya dg Orang lain tersebut atau Mayat itu sendiri. Jadi Amalan kita itu sampai atau tidaknya berhubungan dengan kondisi dan hal-hal tertentu, seperti perkataan beliau Imam Syafi’i :


قال الشافعى : وأحب لو قرئ عند القبر ودعى للميت

“asy-Syafi’i berkata : aku menyukai sendainya dibacakan al-Qur’an disamping qubur dan dibacakan do’a untuk mayyit”
(Ma’rifatus Sunani wal Atsar 7743 lil-Imam al-Muhaddits al-Baihaqi)
Demikianlah kita harus memahami Perkataan seorang Pembesar Agama Islam sekaliber Imam Syafi,i melalui para Ulama yang lain, entahlah jika Mereka Mendaulat Dirinya Setara Dengan Imam Syafi,i?Juga disebutkan oleh al-Imam al-Mawardi, al-Imam an-Nawawi, al-Imam Ibnu ‘Allan dan yang lainnya dalam kitab masing-masing yang redaksinya sebagai berikut :

قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمهُ اللَّه: ويُسْتَحَبُّ أنْ يُقرَأَ عِنْدَهُ شيءٌ مِنَ القُرآنِ، وَإن خَتَمُوا القُرآن عِنْدهُ كانَ حَسناً


“Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : disunnahkan agar membaca sesuatu dari al-Qur’an disisi quburnya, dan apabila mereka mengkhatamkan al-Qur’a disisi quburnya maka itu bagus
(Riyadlush Shalihin [1/295] lil-Imam an-Nawawi ; Dalilul Falihin [6/426] li-Imam Ibnu ‘Allan ; al-Hawi al-Kabir fiy Fiqh Madzhab asy-Syafi’i (Syarah Mukhtashar Muzanni) [3/26] lil-Imam al-Mawardi dan lainnya)



Kemudian hal ini dijelaskan oleh ‘Ulama Syafi’iyah lainnya seperti Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari dalam dalam Fathul Wahab :

أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض

“Adapun pembacaan al-Qur’an, Imam an-Nawawi mengatakan didalam Syarh Muslim, yakni masyhur dari madzhab asy-Syafi’i bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit, sedangkan sebagian ashhab kami menyatakan sampai, dan kelompok-kelompok ‘ulama berpendapat bahwa sampainya pahala seluruh ibadah kepada mayyit seperti shalat, puasa, pembacaan al-Qur’an dan yang lainnya. Dan apa yang dikatakan sebagai qaul masyhur dibawa atas pengertian apabila pembacaannya tidak di hadapan mayyit, tidak meniatkan pahala bacaannya untuknya atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya bahkan Imam as-Subkiy berkata ; “yang menunjukkan atas hal itu (sampainya pahala) adalah hadits berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila diqashadkan (ditujukan) dengan bacaannya akan bermanfaat bagi mayyit dan diantara yang demikian, sungguh telah di tuturkannya didalam syarah ar-Raudlah”.
(Fathul Wahab bisyarhi Minhajit Thullab lil-Imam Zakariyya al-Anshari asy-Syafi’i 2/23)


Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami didalam al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubraa:

وكلام الشافعي – رضي الله عنه – هذا تأييد للمتأخرين في حملهم مشهور المذهب على ما إذا لم يكن بحضرة الميت أو لم يدع عقبه

“dan perkataan Imam asy-Syafi’i ini (bacaan al-Qur’an disamping mayyit/kuburan) memperkuat pernyataan ulama-ulama Mutaakhkhirin dalam membawa pendapat masyhur diatas pengertian apabila tidak dihadapan mayyit atau apabila tidak mengiringinya dengan do’a”.
(al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubraa lil-Imam Ibnu Hajar al-Haitami 2/27)
Lagi, dalam Tuhfatul Muhtaj :

قال عنه المصنف في شرح مسلم: إنه مشهور المذهب على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو القارئ ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع له

“Sesungguhnya pendapat masyhur adalah diatas pengertian apabila pembacaan bukan dihadapan mayyit (hadlirnya mayyit), pembacanya tidak meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya untuk mayyit”.
(Tuhfatul Muhtaj fiy Syarhi al-Minhaj lil-Imam Ibn Hajar al-Haitami 7/74)


Oleh karena itu Syaikh Sulaiman al-Jumal didalam Futuuhat al-Wahab (Hasyiyatul Jumal) mengatakan pula sebagai berikut :


والتحقيق أن القراءة تنفع الميت بشرط واحد من ثلاثة أمور إما حضوره عنده أو قصده له، ولو مع بعد أو دعاؤه له، ولو مع بعد أيضا اه

“dan tahqiq bahwa bacaan al-Qur’an memberikan manfaat bagi mayyit dengan memenuhi salah satu syarat dari 3 syarat yakni apabila dibacakan dihadapan (disisi) orang mati, atau apabila di qashadkan (diniatkan/ditujukan) untuk orang mati walaupun jaraknya jauh, atau mendo’akan (bacaaannya) untuk orang mati walaupun jaraknya jauh juga. Intahaa”.
  (Futuhaat al-Wahab li-Syaikh Sulailman al-Jamal 2/210)


فرع : ثواب القراءة للقارئ ويحصل مثله أيضا للميت لكن إن كانت بحضرته، أو بنيته أو يجعل ثوابها له بعد فراغها على المعتمد في ذلك …. (قوله: أما القراءة إلخ) قال م ر: ويصل ثواب القراءة إذا وجد واحد من ثلاثة أمور؛ القراءة عند قبره والدعاء له عقبها ونيته حصول الثواب له
“(Cabang) pahala bacaan al-Qur’an adalah bagi si pembaca dan pahalanya itu juga bisa sampai kepada mayyit apabila dibaca dihadapan orang mati, atau meniatkannya, atau menjadikan pahalanya untuk orang mati setelah selesai membaca menurut pendapat yang kuat (muktamad) tentang hal itu,…. Frasa (adapun pembacaan al-Qur’an –sampai akhir-), Imam Ramli berkata : pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayyit apabila telah ada salah satu dari 3 hal : membaca disamping
( Ibid 4/67)

Imam an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah:


فالاختيار أن يقول القارئ بعد فراغه: اللهمّ أوصلْ ثوابَ ما قرأته إلى فلانٍ؛ والله أعلم


“Dan yang dipilih (qaul mukhtar) agar berdo’a setelah pembacaan al-Qur’an : “ya Allah sampaikan (kepada Fulan) pahala apa yang telah aku baca”, wallahu a’lam”.
(al-Adzkar lil-Imam an-Nawawi 293)


والمختار الوصول إذا سأل الله أيصال ثواب قراءته، وينبغى الجزم به لانه دعاء، فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعى، فلان يجوز بما هو له أولى، ويبقى الامر فيه موقوفا على استجابة الدعاء، وهذا المعنى لا يخص بالقراء بل يجرى في سائر الاعمال، والظاهر أن الدعاء متفق عليه انه ينفع الميت والحى القريب والبعيد بوصية وغيرها


“dan pendapat yang dipilih (qaul mukhtar) adalah sampai, apabila memohon kepada Allah menyampaikan pahala bacaannya, dan selayaknya melanggengkan dengan hal ini karena sesungguhnya ini do’a, sebab apabila boleh berdo’a untuk orang mati dengan perkara yang bukan bagi yang berdo’a, maka kebolehan dengan hal itu bagi mayyit lebih utama, dan makna pengertian semacam ini tidak hanya khusus pada pembacaan al-Qur’an saja saja, bahkan juga pada seluruh amal-amal lainnya, dan faktanya do’a, ulama telah sepakat bahwa itu bermanfaat bagi orang mati maupun orang hidup, baik dekat maupun jauh, baik dengan wasiat atau tanpa wasiat”.
(
al-Majmu’ syarah al-Muhadzdzab lil-Imam an-Nawawi 15/522)


Al-Imam al-Bujairami didalam Tuhfatul Habib :


قوله: (لأن الدعاء ينفع الميت) والحاصل أنه إذا نوى ثواب قراءة له أو دعا عقبها بحصول ثوابها له أو قرأ عند قبره حصل له مثل ثواب قراءته وحصل للقارئ أيضا الثواب


“Frasa : (karena sesungguhnya do’a bermanfaat bagi mayyit), walhasil sesungguhnya apabila pahala bacaan al-Qur’an diniatkan untuk mayyit atau di do’akan menyampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit mengiringi bacaan al-Qur’an atau membaca al-Qur’an disamping qubur niscaya sampai pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit dan bagi si qari (pembaca) juga mendapatkan pahala”.

(Tuhfatul Habib [Hasyiyah al-Bujairami alaa al-Khatib] 2/303)


Al-‘Allamah Muhammad az-Zuhri didalam As-Siraaj :

وتنفع الميت صدقة عنه ووقف مثلا ودعاء من وارث وأجنبي كما ينفعه ما فعله من ذلك في حياته ولا ينفعه غير ذلك من صلاة وقراءة ولكن المتأخرون على نفع قراءة القرآن وينبغي أن يقول اللهم أوصل ثواب ما قرأناه لفلان بل هذا لا يختص بالقراءة فكل أعمال الخير يجوز أن يسأل الله أن يجعل مثل ثوابها للميت فان المتصدق عن الميت لا ينقص من أجره شيء


“Bermanfaat bagi mayyit yakni shadaqah mengatas namakan mayyit, misalnya waqaf, dan (juga bermanfaat bagi mayyit yakni) do’a dari ahli warisnya dan orang lain, sebagaimana bermanfaatnya perkara yang dikerjakannya pada masa hidupnya, namun yang lainnya tidak memberikan manfaat seperti shalat dan membaca al-Qur’an, akan tetapi ulama mutakhkhirin menetapkan atas bermanfaatnya pembacaan al-Qur’an, oleh karena itu sepatutnya berdo’a : “ya Allah sampaikanlah pahala apa yang telah kami baca kepada Fulan”, bahkan hal semacam ini tidak hanya khusus pembacaan al-Qur’an saja tetapi seluruh amal-amal kebajikan lainnya juga boleh dengan cara memohon kepada Allah agar menjadikan pahalanya untuk mayyit, dan sesuangguhnya orang yang bershadaqah mengatas namakan mayyit pahalanya tidak dikurangi”. .
(
as-Sirajul Wahaj ‘alaa Matni al-Minhaj lil-‘Allamah Muhammad az-Zuhri 1/344)
Dari beberapa keterangan ulama-ulama Syafi’iyah diatas maka dapat disimpulkan bahwa qaul masyhur pun sebenarnya menyatakan sampai apabila al-Qur’an dibaca hadapan mayyit termasuk membaca disamping qubur, Banyak komentar dan anjuran ulama Syafi’iyyah tentang membaca al-Qur’an di quburan untuk mayyit, sebagaimana yang sebagiannya telah disebutkan termasuk oleh al-Imam Syafi’i sendiri.


Adapun berikut diantara komentar lainnya, yang juga berasal dari ulama Syafi’iyyah diantara lain:

al-Imam Ar-Rafi’i didalam Fathul ‘Aziz bisyarhi al-Wajiz [5/249]
والسنة ان يقول الزائر سلام عليكم دار قوم مؤمنين وانا ان شاء الله عن قريب بكم لاحقون اللهم لا تحرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم وينبغي أن يدنو الزائر من القبر المزور بقدر ما يدنو من صاحبه لو كان حيا وزاره وسئل القاضى أبو الطيب عن ختم القرآن في المقابر فقال الثواب للقارئ ويكون الميت كالحاضرين يرجى له الرحمة والبركة فيستحب قراءة القرآن في المقابر لهذا المعني وأيضا فالدعاء عقيب القراءة أقرب الي الاجابة والدعاء ينفع الميت


“dan sunnah agar peziarah mengucapkan : “Salamun ‘Alaykum dara qaumi Mukminiin wa Innaa InsyaAllahu ‘an qariibi bikum laa hiquun Allahumma laa tahrimnaa ajrahum wa laa taftinnaa ba’dahum”, dan sepatutnya zair (peziarah) mendekat ke kubur yang diziarahi seperti dekat kepada sahabatnya ketika masih hidup ketika mengunjunginya, al-Qadli Abu ath-Thayyib ditanya tentang mengkhatamkan al-Qur’an dipekuburan maka beliau menjawab ; ada pahala bagi pembacanya, sedangkan mayyit seperti orang yang hadir yang diharapkan mendapatkan rahmat dan berkah baginya, Maka disunnahkan membaca al-Qur’an di pequburan berdasarkan pengertian ini (yaitu mayyit bisa mendapatkan rahmat dan berkah dari pembacaan al-Qur’an) dan juga berdo’a mengiringi bacaan al-Qur’an niscaya lebih dekat untuk diterima sebab do’a bermanfaat bagi mayyit”.

Al-Imam Ar-Ramli didalam Nihayatul Muhtaj ilaa syarhi al-Minhaj [3/36] :

ويقرأ ويدعو) عقب قراءته، والدعاء ينفع الميت وهو عقب القراءة أقرب للإجابة


“dan (disunnahkan ketika ziarah) membaca al-Qur’an dan berdo’a mengiri pembacaan al-Qur’an, sedangkan do’a bermanfaat bagi mayyit, dan do’a mengiringi bacaan al-Qur’an lebih dekat di ijabah”

Al-‘Allamah Syaikh Zainuddin bin ‘Abdil ‘Aziz al-Malibari didalam Fathul Mu’in [hal. 229] :

ويسن كما نص عليه أن يقرأ من القرآن ما تيسر على القبر فيدعو له مستقبلا للقبلة
“disunnahkan –sebagaimana nas (hadits) yang menerangkan tentang hal itu- agar membaca apa yang dirasa mudah dari al-Qur’an diatas qubur, kemudian berdo’a untuk mayyit menghadap ke qiblat”

Imam Ahmad Salamah al-Qalyubiy didalam Hasyiyatani Qalyubi wa ‘Umairah pada pembahasan terkait ziarah qubur :

قوله: (ويقرأ) أي شيئا من القرآن ويهدي ثوابه للميت وحده أو مع أهل الجبانة، ومما ورد عن السلف أنه من قرأ سورة الإخلاص إحدى عشرة مرة، وأهدى ثوابها إلى الجبانة غفر له ذنوب بعدد الموتى فيها


“frasa (dan –disunnahkan- membaca al-Qur’an) yakni sesuatu yang mudah dari al-Qur’an, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada satu mayyit atau bersamaan ahl qubur lainnya, dan diantara yang telah warid dari salafush shalih adalah bahwa barangsiapa yang membaca surah al-Ikhlas 11 kali, dan menghadiahkan pahalanya kepada ahl qubur maka diampuni dosanya sebanyak orang yang mati dipekuburan itu”.

Syaikh Mushthafa al-Buhgha dan Syaikh Mushthafaa al-Khin didalam al-Fiqhul Manhaji ‘alaa Madzhab al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah [juz I, hal. 184] :


من آداب زيارة القبور: إذا دخل الزائر المقبرة، ندب له أن يسلم على الموتى قائلاً: ” السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون. وليقرأ عندهم ما تيسر من القرآن، فإن الرحمة تنزل حيث يُقرأ القرآن،ثم ليدع لهم عقب القراءة، وليهدِ مثل ثواب تلاوته لأرواحهم، فإن الدعاء مرجو الإِجابة، وإذا استجيب الدعاء استفاد الميت من ثواب القراءة. والله اعلم.


“Diantara adab ziarah qubur : apabila seorang peziarah masuk area pekuburan, disunnahkan baginya mengucapkan salam kepada orang yang mati dengan ucapan : Assalamu ‘alaykum dara qaumin mukminiin wa innaa InsyaAllahu bikum laa hiquun”, kemudian disunnahkan supaya membaca apa yang mudah dari al-Qur’an disisi qubur mereka, sebab sesungguhnya rahmat akan diturunkan ketika dibacakan al-Qur’an, kemudian disunnahkan supaya mendo’akan mereka mengiringi bacaan al-Qur’an, dan menghadiahkan pahala tilawahnya untuk arwah mereka, sebab sesungguhnya do’a diharapkan di ijabah, apabila do’a dikabulkan maka pahala bacaan al-Qur’an akan memberikan manfaat kepada mayyit , wallahu ‘alam.”

Hujjatul Islam Imam al-Ghazali didalam kitab monumentalnya yaitu Ihyaa’ ‘Ulumuddin [4/492] :
ولا بأس بقراءة القرآن على القبور

“tidak apa-apa dengan membaca al-Qur’an diatas qubur”

  • Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90 menjelaskan:

    ﻧﻴﻤﻠﺴﻤﻼ ﻧﻴﺐ ﻓﻠﺦ ﻟﺐ ﺍﻫﺐ ﻋﻔﺘﻨﻴﻮ

    ﺗﻴﻤﻼ ﻯﻼ ﻟﺼﺖ ﺓﻗﺪﺻﻼ ﻧﺎﻑ ﺍﻣﻬﻨﻊ

    ﻗﺪﺻﺘﻴﻠﻒ ﻫﻴﺪﻻﻭ ﺭﺏ ﺩﺍﺭﺃ ﻧﻤﻬﻴﻘﻔﻼ

    ﻯﺮﺻﺒﻼ ﻯﺪﺭﻭﺍﻣﻼ ﻧﺴﺤﻼ ﻭﺑﺄ

    ﺓﺍﺿﻘﻼ ﻯﻀﻘﺄ ﻫﺎﻛﺢ ﺍﻡ ﺍﻣﺄﻭ

    ﺑﺎﻭﺻﻼ ﻭﻩ ﺍﺫﻫﻮﺑﻬﺬﻡ ﻭﻫﻒ ﺑﺎﻭﺙ

    ﻫﺘﻮﻡ ﺩﻋﺐ ﻫﻘﺤﻠﻲ ﻝ ﺗﻴﻤﻼ ﻧﺄ ﻧﻢ

    ﻣﻠﻜﻼ ﺑﺎﺣﺼﺄ ﺿﻌﺐ ﻧﻊ ﻯﻮﺍﺣﻼ

    ﻫﺒﺎﺗﻚ ﻯﻒ ﻯﻌﻔﺎﺷﻼﻫﻴﻠﻊ

    ﺟﻴﺮﻋﺖ ﻟﻮ ﻫﻴﻼ ﺗﺎﻓﺘﻼ ﻟﻒ ﺓﻣﻼ

    ﻋﺎﻣﺠﺎﻭ ﺓﻧﺴﻼﻭ ﺑﺎﺗﻜﻼ ﺻﻮﺻﻨﻞ

    ﻓﻼﺧﻢ ﻧﻴﺐ ﺃﻃﺨﻮ ﺍﻳﻌﻄﻖ ﻟﻄﺎﺑﻨﺎﻙ

    ﺍﺫﺍ ﻻ ﺗﻴﻤﻼ ﻯﻼ ﺍﻫﺒﺎﻭﺙ ﻟﺼﻲ ﻝ

    ﻫﻨﺄ ﺀﺍﻣﻠﻌﻼ ﺭﻳﻬﺎﻣﺠﻮ ﻯﻌﻔﺎﺷﻼ

    ﺑﻬﺬﻣﻒ ﻣﻮﺻﻼﻭﻟﺼﻼ ﺍﻣﺄﻭ

    ﻫﻨﻊ ﺍﻣﻬﺮﻫﺸﺄ ﻯﻌﻔﺎﺷﻠﻞ ﻧﻴﻠﻮﻕ

    ﻫﻴﻒ ﻧﺎﻑ ﻳﻠﻮﻻ ﻫﻞ ﻧﺬﺃ ﻧﻢ ﻭﺃ ﻫﻴﻠﻮ

    ﻫﻨﻊ ﻫﺎﺿﻘﻒ ﺗﻴﻤﻠﻯﻠﻊ ﺍﺑﺠﺎﻭ

    ﻣﻮﺻﻼﻧﺎ ﻣﺎﻳﺼﻼ ﺑﺎﺗﻚ ﻯﻒ

    ﺓﻷﺳﻤﻼ ﻯﺘﺄﺗﺴﻮ ﺣﺼﻲ ﻫﻨﺄ

    ﻫﺒﺎﺣﺼﺄ ﻯﺮﺧﺄﺗﻢ ﻯﻘﻘﺤﻢ ﻣﺚ

    ﺍﻣﻬﺤﺼﺄﻭﺣﻠﺼﻲ ﻝ ﻫﻨﺄﻻﻗﻮ ﺗﻴﻤﻼ

    ﻯﻼ ﺍﻫﺒﺎﻭﺙ ﻟﺼﻲ ﻝ ﻫﻨﺄ

    ﻯﻌﻔﺎﺷﻼ ﺑﻬﺬﻡ ﻧﻢ ﺭﻭﻫﺸﻤﻼﻑ

    ﻧﺂﺭﻗﻼ ﺓﺀﺍﺭﻕ ﺍﻣﺄﻭﻯﻼﻋﺖ ﻟﻼ

    ﺀﺍﺷﻌﻴﻤﺞ ﺑﺎﻭﺙ ﺗﻴﻤﻼ ﻯﻼ ﻟﺼﻲ

    ﻫﻨﺄ ﻯﻼ ﺀﺍﻣﻠﻌﻼ ﻧﻢ ﺗﺎﻋﺎﻣﺞ ﺑﻬﺬﻭ

    ﺗﻴﻤﻼ ﻯﻼ ﺍﻫﺒﺎﻭﺙ ﻟﺼﻴﻬﺒﺎﺣﺼﺄ

    ﺿﻌﺒﺮﺫﻥ ﻫﻴﻠﻌﻮ ﺗﺎﻡ ﻧﻢ ﺑﺎﺏ ﻯﻒ

    ﻯﺮﺍﺧﺒﻼ ﺣﻴﺤﺺ ﻯﻔﻮ ﻛﻠﺬ ﺭﻳﻐﻮ

    ﺓﺀﺍﺭﻗﻼﻭ ﻣﻮﺻﻼﻭ ﺓﻟﺼﻼ ﻧﻢ

    ﺗﺎﺩﺍﺑﻌﻼﻧﺐ ﺀﺍﻃﻊ ﻧﻊ ﻯﻮﺍﺣﻼ

    ﺑﺤﺎﺹ ﻯﻜﺤﻮ ﺍﻫﻨﻊ ﻯﻠﺼﺖ ﻧﺄ

    ﺓﻟﺺ ﺍﻫﻴﻠﻌﻮ ﺍﻫﻤﺄ ﺗﺘﺎﻡ ﻧﻢ ﺭﻣﺄ

    ﺭﻣﻊ ﻧﺒﺎ ﻧﺄﻧﺐ ﻟﻼ ﺩﺑﻊ ﺩﻋﺲ ﻭﺑﺄ

    ﺧﻴﺸﻼ ﻻﻗﻮ ﺗﻴﻤﻼ ﻧﻊ ﺓﻟﺼﻼ ﺯﺍﻭﺟﺐ

    ﻻﻕ ﺍﻣﻬﻨﺄ ﻫﻴﻮﻫﺎﺭ ﻧﺐ ﻗﺎﺣﺴﺎﻭ

    ﺣﺎﺑﺮ ﻯﺒﺄﻻﻗﻮ ﺍﺫﻩ ﺭﺍﻳﺘﺨﺎ ﻯﻼ

    ﺭﺍﺻﺘﻨﻼ ﻫﺒﺎﺗﻚ ﻯﻒ ﻧﻴﺮﺧﺄﺗﻤﻼ

    ﺍﻧﺒﺎﺣﺼﺄ ﻧﻢ ﻧﻮﺭﺻﻊ ﻯﺒﺄ ﻧﺐ ﻟﻼ ﺓﺑﻪ

    ﻧﺐ ﺩﻣﺤﻤﻤﺎﻋﻂ ﻧﻢ ﺩﻡ ﺓﻟﺺ ﻟﻚ

    ﻧﻊ ﻣﻌﻄﻲ ﻧﺄ ﺩﻋﺒﻲ ﻝ ﺑﻴﺬﻫﺘﻼ

    ﻫﺒﺎﺗﻚ ﻯﻒ ﺍﻧﺒﺎﺣﺼﺄ ﻧﻢ ﻯﻮﻏﺒﻼ

    ﺩﻣﺤﻢ ﻭﺑﺄ ﻣﺎﻣﻼ

    ﻟﺼﺖ ﺍﻫﻨﺎﻑ ﺟﺤﻼﻭ ﺓﻗﺪﺻﻼﻭ

    ﺀﺍﻋﺪﻻ ﻯﻠﻊ ﺳﺎﻳﻘﻼ ﻣﻬﻠﻴﻠﺪﻭ ﻻﻣﻚ

    ﻫﻨﺬﺇ ﻫﺬﻩ ﻟﻚ


    Berkata Imam Nawawi :

    “Barangsiapa yang ingin berbakti pada ayah ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal sedekah untuk mereka), dan sungguh pahala shadaqah itu sampai pada mayyit dan akan
    membawa manfaat atasnya tanpa ada ikhtilaf diantara muslimin, inilah pendapat terbaik, mengenai apa-apa yang diceritakan pimpinan Qadhiy Abul Hasan Almawardiy Albashriy Alfaqiihi Assyafii
    mengenai ucapan beberapa Ahli Bicara bahwa mayyit setelah wafatnya tak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara jelas dan kesalahan yg diperbuat oleh mereka yang mengingkari nash-nash dari Alqur’an dan Alhadits dan Ijma ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu diperdulikan.
    Namun mengenai pengiriman pahala shalat dan puasa, maka madzhab Syafii dan sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali shalat dan puasa yang wajib bagi mayyit, maka boleh di Qadha oleh wali nya atau orang lain yang diizinkan oleh walinya, maka dalam hal ini ada dua pendapat dalam Madzhab Syafii, yang lebih masyhur hal ini tak sampai, namun pendapat kedua yang lebih shahih mengatakan hal itu sampai, dan akan kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya Allah Ta’ala.Mengenai pahala Alqur’an menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafii bahwa tak sampai
    pada mayyit, namun adapula pendapat dari sahabat sahabat Syafii yang mengatakannya sampai, dan sebagian besar ulama mengambil pendapat bahwa sampainya pahala semua macam ibadah, berupa shalat, puasa, bacaan Alqur’an, ibadah dan yang lainnya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari pada Bab :
    “Barangsiapa yang wafat dan atasnya nadzar” bahwa Ibn Umar memerintahkan
    seorang wanita yang wafat ibunya yang masih punya hutang shalat agar wanita itu membayar (meng qadha) shalatnya, dan dihikayatkan oleh Penulis kitab Al Hawiy, bahwa Atha bin Abi Ribah
    dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya shalat dikirim untuk mayyit, Telah berkata Syeikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin Abi Ishruun dari kalangan kita (maksudnya dari madzhab syafii) yang muta’akhir (dimasa Imam Nawawi)
    dalam kitabnya Al Intishar ilaa Ikhtiyar bahwa hal ini seperti ini. (sebagaimana pembahasan diatas), berkata Imam Abu Muhammad Al Baghawiy dari kalangan kita dalam kitabnya At Tahdzib :
    Tidak jauh bagi mereka untuk memberi satu Mudd untuk membayar satu shalat (shalat mayyit yang tertinggal) dan ini semua izinnya sempurna, dan dalil mereka adalah Qiyas atas Doa dan sedekah dan haji (sebagaimana riwayat hadist-hadits shahih) bahwa itu semua sampai dengan pendapat yang sepakat para ulama.
    (Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim Juz 1 hal90)
    Dan dijelaskan pula dalam Almughniy


    :ﺛﻠﺜﻮ ﻳﺴﺮﻛﻼ ﺓﻳﺂ ﺍﻭﺅﺭﻗﺎ ﺭﺑﺎﻗﻤﻼ

    ﻣﺘﻠﺨﺪ ﺍﺫﺇ ﻻﻕ ﻫﻨﺄﺩﻣﺤﺄ ﻧﻊ ﻳﻮﺭ ﺩﻗﻮ

    ﺭﺑﻘﻼ ﻣﺚ ﺓﺀﺍﺭﻗﻼﺏ ﺳﺄﺏ ﻟﻮﻣﺚ

    ﺓﺀﺍﺭﻗﻼ ﻻﻕ ﻫﻨﺄ ﻫﻨﻊ

    ﻳﻮﺭﻭ ، ﺭﺑﺎﻗﻤﻼ ﻟﻬﻸ ﻫﻠﻀﻒ ﻧﺈ ﻣﻬﻠﻼ

    ﻻﻕ ﻣﺚ ﺻﻠﺨﻼ ﺩﺣﺄ ﻟﻼ ﻭﻩ ﻟﻖ

    ﺭﺍﺭﻣﻨﻊ ﻫﺐ ﻧﺎﺑﺄ ﺍﻋﻮﺟﺮ ﻋﺠﺮ ﻣﺚ

    ﺓﻋﺎﻣﺞ ﺩﻣﺤﺄ ﻧﻊ ﻛﻠﺬ ﻟﻘﻦ ﺭﻛﺐ ﻭﺑﺄ

    ﻻﻕ ﻣﻴﺸﻪ ﻧﻊ ﻛﻠﺬ ﻳﻮﺭﻭ ﺓﻋﺪﺏ

    ﺭﺑﻘﻼﻫﻞ ﻻﻗﻒ ﺓﻋﺪﺏ ﺭﺑﻘﻼ ﻣﺚ

    ﺓﺀﺍﺭﻗﻼ ﻧﺈ ﻫﻞ ﻻﻗﻮ ﺭﺑﻘﻼ ﻣﺚ

    ﺃﺭﻗﻲ ﻧﺄ ﺍﺭﻳﺮﺽ ﻯﻬﻦ ﺩﻣﺤﺄ ﻧﺄ

    ﺓﻋﺎﻣﺞ ﻯﻮﺭﻑ ﻫﺴﻔﻨﻬﻴﺒﺄ ﻧﻊ ﺭﺷﺒﻢ

    ﻳﻨﺮﺑﺨﺄﻑ ﻻﻕ ﺓﻗﺚ ﻻﻕ ﺍﺫﻫﻠﻒ

    ﺭﺷﺒﻢ ﻳﻒ ﻟﻮﻗﺖ ﺍﻡ ﻟﻼ ﺩﺑﻊ ﺍﺑﺄ ﺍﻱ

    ﻳﺮﻫﻮﺟﻼ ﺓﻣﺎﺩﻕ ﻧﺐ ﺩﻣﺤﻤﺪﻣﺤﺄ

    ﻻﻕ ﻛﻠﺬﺏ ﻳﺼﻮﻱ ﺭﻣﻊ ﻧﺒﺎ ﺗﻌﻤﺲ

    ﻻﻗﻮ ﺍﻫﺘﻤﺘﺎﺧﻮ ﺓﺭﻗﺒﻼ ﺓﺣﺘﺎﻓﺐ

    ﻫﺪﻧﻊ ﺃﺭﻗﻲ ﻧﻔﺪ ﺍﺫﺇ ﻯﺼﻮﺃ ﻫﻨﺄﺭﻗﻲ

    ﻟﺠﺮﻟﻞ ﻟﻘﻒ ﻋﺠﺮﺍﻑ ﻟﺒﻨﺢ ﻧﺐ


    “Tidak ada larangannya
    membaca Alqur’an dikuburan , dan telah
    diriwayatkan dari Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah ayat Alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X, lalu katakanlah: "Wahai Allah, sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.
    Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah, dan hal itu adalah ucapan Imam Ahmad bin Hanbal, lalu muncul riwayat lain bahwa Imam Ahmad melarang keras hal itu, maka berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah :
    Wahai AbuAbdillah (nama panggilan Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir (seorang perawi hadits),
    Imam Ahmad
    menjawab : Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya riwayatnya),
    maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah meriwayatkan padaku
    dari ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat Baqarah dan
    penutupnya, dan bahwa Ibn Umar berwasiat
    demikian pula!”,
    maka
    berkata Imam Ahmad :”katakan pada orang yang tadi ku larang membaca Alqur’an
    dikuburan agar ia terus membacanya lagi..”.
    (Al Mughniy Juz 2 hal: 225)

    • Dan dikatakan dalam Syarh Al Kanz :

    ﻭﺃ ﺓﻗﺪﺹ ﻭﺃ ﺍﺟﺢ ﻭﺃ ﺍﻣﻮﺹ ﻭﺃ

    ﻧﺎﻙ ﺓﻟﺺ ﻫﺮﻳﻐﻞ ﻫﻠﻤﻊ ﺑﺎﻭﺙ

    ﻟﻌﺠﻲ ﻧﺄ ﻧﺎﺳﻨﻺﻝ ﻧﺈ ﺯﻧﻜﻼ ﺣﺮﺵ

    ﻳﻒ ﻻﻗﻮﺭﻭﻫﺸﻤﻼﻭ ﻯﻬﺘﻨﺎ ﺓﻧﺴﻼ

    ﻟﻬﺄ ﻣﺚ ﻫﻌﻔﻨﻴﻮ ، ﺗﻴﻤﻼ ﻯﻺ ﻛﻠﺬ

    ﻟﺼﻴﻮ ﺭﺑﻼ ﻋﺎﻭﻧﺄ ﻋﻴﻤﺞ ﻧﻢ ﻛﻠﺬ ﻧﺂﺭﻕ

    ﺓﺀﺍﺭﻗﻨﺐ ﺩﻣﺤﺄ ﺑﻬﺬﻭ ﻧﺂﺭﻗﻼ ﺓﺀﺍﺭﻕ

    ﺑﺎﻭﺙ ﺗﻴﻤﻼ ﻯﻺ ﻟﺼﻲ ﻝ ﻫﻨﺄ

    ﻫﺒﺎﺣﺼﺄ ﻧﻢ ﺓﻋﺎﻣﺠﻮ ﻳﻌﻔﺎﺷﻼ ﺑﻬﺬﻡ

    ﻧﻤﺮﺍﻛﺬﻷﺍ ﻳﻒ ﻳﻮﻭﻧﻼ ﻫﺮﻛﺬ ﺍﺫﻙ

    ﻟﺼﻲ ﻫﻨﺄ ﻯﻺ ﻳﻌﻔﺎﺷﻼ ﺑﺎﺣﺼﺄ ﻧﻢ

    ﺓﻋﺎﻣﺠﻮ ﺀﺍﻣﻠﻌﻼ ﻧﻢ ﺓﻋﺎﻣﺠﻮ

    ﻟﺒﻨﺤﺮﺍﺗﺨﻤﻼﻭ ﺭﻭﻫﺸﻤﻼ ﻯﻠﻊ

    ﺓﺀﺍﺭﻗﻼ ﺑﺎﻭﺙ ﺍﻧﺪﻧﻊ ﺗﻴﻤﻼ ﻯﻺ

    ﻟﺼﻲ ﻝ ﻳﻮﺣﻨﻼ ﻧﺒﻞ ﺟﺎﻫﻨﻤﻼ

    ﺣﺮﺵ ﻳﻔﻮﺍﻣﺐ ﺗﻴﻤﻠﻞ ﺀﺍﻋﺪﻻ ﺯﺍﺝ

    ﺍﺫﺇﻑ ﺀﺍﻋﺪ ﻫﻨﻸ ﻫﺐ ﻣﺰﺟﻼ ﻳﻐﺒﻨﻴﻮ

    ﻫﺖﺀﺍﺭﻕ ﺑﺎﻭﺙ ﻻﺻﻴﺈ ﻟﻼ ﻷﺱ ﺍﺫﺇ

    ﻟﻮﺻﻮﻻﻯﻨﻌﻤﻼ ﺍﺫﻫﻮ ﺀﺍﻋﺪﻻ

    ﺓﺑﺎﺟﺘﺴﺎ ﻯﻠﻊ ﺍﻓﻮﻗﻮﻡ ﻫﻴﻒ ﺭﻣﻸﺍ

    ﻯﻘﺒﻴﻮ ﻯﻠﻮﺃ ﻫﻞ ﻭﻩ ﺍﻣﺐ ﺯﻭﺟﻲ

    ﻧﻸﻑ ﻳﻌﺎﺩﻟﻞ ﺳﻴﻠﻴﺤﻼﻭ ﺗﻴﻤﻼ ﻋﻔﻨﻲ

    ﻫﻨﺄ ﻫﻴﻠﻊ ﻗﻔﺘﻢ ﺀﺍﻋﺪﻻ ﻧﺄ ﺭﻫﺎﻇﻼﻭ

    ﻻﻣﻌﻸﺍ ﺭﺋﺎﺱ ﻳﻒ ﻳﺮﺟﻲ ﻟﺐ

    ﺓﺀﺍﺭﻗﻼﺏ ﺻﺘﺨﻲ ﻟﺮﻳﺜﻚ ﺛﻴﺪﺍﺣﺄ ﻛﻠﺬ

    ﻯﻠﻌﻮ ﺍﻫﺮﻳﻐﻮ ﺓﻳﺼﻮﺏ ﺩﻳﻌﺒﻼﻭ

    ﺑﻴﺮﻗﻼ



    “dijelaskan pada syarah Al
    Kanz, Sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau Bacaan Alqur’an, dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah.
    Namun hal yang terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya mengatakan pahala
    pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin Hanbal, dan kelompok besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama syafii mengatakannya pahalanya sampai, demikian dijelaskan
    oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
    Dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn
    Annahwiy : “tidak sampai pahala bacaan Alqur’an dalam pendapat kami yang masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu, Dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena bila dibolehkan doa
    tuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal
    yang lebih baik, dan ini boleh tuk seluruh amal, dan doa itu sudah Muttafaq alaih (takada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yang hidup,keluarga dekat
    atau yang jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini dengan hadits yang sangat banyak”.
    (Naylul Awthar lil Imam Assyaukaniy Juz 4 hal 142, Al majmu’ Syarh Muhadzab lil
    ImamNawawiy Juz 15 hal 522).

    ══════════

    •» Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yang mengatakan pengiriman
    amal pada mayyit sampai secara keseluruhan, ada yang mengatakan bahwa
    pengiriman bacaan Alqur’an tidak sampai, NAMUN kesemua itu bila dirangkul dalam doa kepada Allah untuk disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi.

    Dan kita semua dalam
    tahlilan itu pastilah ada ucapan :
    Allahumma awshil,tsawabaa maaqaraa’naa minalqur’anilka rim… dst
    (Wahai Allah, sampaikanlah pahala apa-apa yang kami baca, dari alqur’anulkarim …dst).

    Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan seluruh Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yang mengingkarinya dan tak adapula yang mengatakannya tak sampai-nya bacaan quran & se
    dekah lain kepada mayyit




juga sampai apabila meniatkan pahalanya untuk orang mati yakni pahalanya ditujukan untuk orang mati, dan juga sampai apabila mendo’akan bacaan al-Qur’an yang telah dibaca agar disampaikan kepada orang yang mati. Sekali Lagi Wahabi Sebagai Peta Bi’ah Dunia seharusnya membaca lebih teliti.


2 komentar:

  1. sampai tidak... bukan urusan manusia
    ibadah itu hukum awalnya haram sampai ada perintah dan contohnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. ana melihat kaidah ini (haram) dr fiqh mana?!
      kaidah yang antum sebutkan melenceng dari Ulama’-Ulama’terdahulu.

      Pertama, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari:

      اَلْأَصْلَ فِي اَلْعِبَادَةِ اَلتَّوَقُّف

      أَنَّ التَّقْرِير فِي الْعِبَادَة إِنَّمَا يُؤْخَذ عَنْ تَوْقِيف

      Kedua, Ibnu Daqiq al-Ied dalam Ihkamul Ahkam:

      لِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى الْعِبَادَاتِ التَّعَبُّدُ ، وَمَأْخَذُهَا التَّوْقِيفُ

      Ketiga, dalam kitab Ghayatul Bayan:

      الأصل في العبادات التوقيف

      Keempat, Ibnu al-Muflih dalam al-Adab as-Syar’iyyah:

      أَنَّ الْأَعْمَالَ الدِّينِيَّةَ لَا يَجُوزُ أَنْ يُتَّخَذَ شَيْءٌ سَبَبًا إلَّا أَنْ تَكُونَ مَشْرُوعَةً فَإِنَّ الْعِبَادَاتِ مَبْنَاهَا عَلَى التَّوْقِيفِ

      Kelima, Imam Ahmad dan para Fuqaha’ Ahli Hadits:

      إنَّ الْأَصْلَ فِي الْعِبَادَاتِ التَّوْقِيفُ

      Keenam, Ibnu Taymiyyah dalam Majmu’ Fatawa:

      إنَّ الْأَصْلَ فِي الْعِبَادَاتِ التَّوْقِيفُ

      Tentu antum tahu, dalam ilmu hadits dikenal “riwayat bil makna”. Dari perkataan para
      Ulama’ tadi, kesemuanya menggunakan redaksi “at-tauqif”.

      https://www.facebook.com/notes/intel-pentium/kaidah-fiqh-islam-asal-ibadah-adalah-tauqif-bukan-haram/116571915218466

      Hapus