Jumat, 14 Juni 2013

AKIDAH IMAM MADZAB



  •  IMAM SYAFI'I

    Berikut ini perkataan-perkataan imam Syafi’i yang kami nukil dari
    kitab-kitab yang mu’tabar dan dari riwayat-riwayat yang tsiqoh :

    ◆ Ketika imam Syafi’I ditanya tentang makna ISTAWA dalam Al-Quran beliau menjawab :

    “ ﺀﺍﻣﻨﺖ ﺑﻼ ﺗﺸﺒﻴﻪ ﻭﺻﺪﻗﺖ ﺑﻼ ﺗﻤﺜﻴﻞ

    ﻭﺍﺗﻬﻤﺖ ﻧﻔﺴﻲ ﻓﻲ ﺍﻹﺩﺭﺍﻙ ﻭﺃﻣﺴﻜﺖ
    ﻋﻦ ﺍﻟﺨﻮﺽ ﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﺍﻹﻣﺴﺎﻙ ”
    ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺍﻟﺮﻓﺎﻋﻲ ﻓﻲ
    ( ﺍﻟﺒﺮﻫﺎﻥ ﺍﻟﻤﺆﻳﺪ) (ﺹ 24) ﻭﺍﻹﻣﺎﻡ
    ﺗﻘﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺤﺼﻨﻲ ﻓﻲ (ﺩﻓﻊ ﺷﺒﻪ ﻣﻦ
    ﺷﺒﻪ ﻭﺗﻤﺮﺩ ) (ﺹ 18) ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻛﺜﻴﺮ .


    “ Aku mengimani istiwa Allah
    tanpa memberi penyerupaan dan aku membenarkannya tanpa
    melakukan percontohan, dan aku mengkhawatirkan nafsuku didalam memahaminya dan aku
    mencegah diriku dari memperdalam persoalan ini dengan sebenar-benarnya pencegahan “
    Ini telah disebutkan oleh imam Ahmad Ar-Rifa’i di dalam kitab “Al-Burhan Al-Muayyad “ halaman ; 24.

    Juga telah disebutkan oleh imam Taqiyyuddin Al-Hishni di dalam
    kitab Daf’u syibhi man syabbaha wa tamarroda halaman : 18.
    Di dalam kitab ini juga pada halaman ke 56 disebutkan bahwa imam Syafi’i berkata :

    ﺀﺍﻣﻨﺖ ﺑﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﻋﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺮﺍﺩ ﺍﻟﻠﻪ

    ﻭﺑﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺮﺍﺩ
    ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ


    “ Aku beriman dengan apa yang

    datang dari Allah Swt sesuai maksud Allah Swt, dan beriman dengan apa yang datang dari
    Rasulullah Saw menurut maksud Rasulullah Saw “.

    Syaikh Salamah Al-Azaami dan selainnya mengomentari ucapan
    imam syafi’I tsb :

    ﻭﻣﻌﻨﺎﻩ ﻻ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻗﺪ ﺗﺬﻫﺐ ﺇﻟﻴﻪ

    ﺍﻷﻭﻫﺎﻡ ﻭﺍﻟﻈﻨﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻌﺎﻧﻲ ﺍﻟﺤﺴﻴﺔ
    ﻭﺍﻟﺠﺴﻤﻴﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﺗﺠﻮﺯ ﻓﻲ ﺣﻖ ﺍﻟﻠﻪ
    ﺗﻌﺎﻟﻰ .


    “ Maknanya adalah bukan seperti
    yang terlintas oleh pikiran dan persangkaan dari makna fisik
    dan jisim yang tidak boleh bagi haq Allah Swt“
    Dan masih banyak lagi yang lainnya.

    ◆ Ketika imam Syafi’i ditanya tentang sifat Allah Swt, beliau
    menjawab:

    ﺣﺮﺍﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻘﻮﻝ ﺃﻥ ﺗﻤﺜﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ

    ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻷﻭﻫﺎﻡ ﺃﻥ ﺗﺤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻈﻨﻮﻥ
    ﺃﻥ ﺗﻘﻄﻊ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﻔﻮﺱ ﺃﻥ ﺗﻔﻜﺮ
    ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻀﻤﺎﺋﺮ ﺃﻥ ﺗﻌﻤﻖ ﻭﻋﻠﻰ
    ﺍﻟﺨﻮﺍﻃﺮ ﺃﻥ ﺗﺤﻴﻂ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻭﺻﻒ ﺑﻪ ﻧﻔﺴﻪ
    – ﺃﻱ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻟﺴﺎﻥ ﻧﺒﻴﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
    ﻭﺳﻠﻢ –
    ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﺑﻦ ﺟﻬﺒﻞ ﻓﻲ ﺭﺳﺎﻟﺘﻪ ﺍﻧﻈﺮ
    ﻃﺒﻘﺎﺕ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﺍﻟﻜﺒﺮﻯ ﺝ 9/40 ﻓﻲ
    ﻧﻔﻲ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺘﻲ ﺭﺩ ﻓﻴﻬﺎ ﻋﻠﻰ
    ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ .


    “Haram bagi akal membuat
    perumpamaan, Haram bagi pemikiran membuat batasan, dan haram bagi prasangka untuk membuat statemen, dan Haram juga bagi Jiwa untuk memikirkan (Dzat, perbuatan dan sifat-sifat) Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan haram bagi hati untuk memperdalam, dan Haram bagi lintasan-lintas an hati untuk meliputi, kecuali apa yang telah Allah sifati sendiri atas lisan nabi-Nya Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam”(Telah disebutkan oleh syaikh Ibnu Jahbal di dalam Risalahnya,
    lihatlah Thobaqot Asy-Syafi’iyyah Al-Kubra juz : 9 halaman : 40
    tentang menafikan arah dari Allah Swt sebagai bantahan atas Ibnu Taimiyyah)

    ◆ Di dalam kitab Ittihaafus saadatil muttaqin juz : 2, halaman ; 24, 
    imam Syafi’i berkata :

    ﺇﻧﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻛﺎﻥ ﻭﻻ ﻣﻜﺎﻥ ﻓﺨﻠﻖ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ
    ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﺻﻔﺔ ﺍﻷﺯﻟﻴﺔ ﻛﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻞ
    ﺧﻠﻘﻪ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥَ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺘﻐﻴﻴﺮُ ﻓﻲ
    ﺫﺍﺗﻪ ﻭﻻ ﺍﻟﺘﺒﺪﻳﻞ ﻓﻲ ﺻﻔﺎﺗﻪ


    “ Sesungguhnya Allah Ta’ala ada
    dan tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat dan Allah
    senantiasa dalam shifat ‘AzaliNya (tidak berubah) sebagaimana wujud-Nya sebelum menciptakan
    tempat. Mustahil bagi Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga perpindahan di dalam
    sifat-sifat-Nya ”
     

    ( ﻓﺼﻞ) ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮْﺍ ﺃﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻻَ

    ﻣَﻜَﺎﻥَ ﻟَﻪُ، ﻭَﺍﻟﺪّﻟِﻴْﻞُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻫُﻮَ ﺃﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ
    ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻛَﺎﻥَ ﻭَﻻَ ﻣَﻜَﺎﻥَ ﻓَﺨَﻠَﻖَ

    ﺍﻟْﻤَﻜَﺎﻥَ ﻭَﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ ﺻِﻔَﺔِ ﺍﻷﺯَﻟِﻴّﺔِ ﻛَﻤَﺎ
    ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻞَ ﺧَﻠْﻘِﻪِ ﺍﻟْﻤَﻜَﺎﻥَ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُ
    ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮُ ﻓِﻲ ﺫَﺍﺗِﻪِِ ﻭَﻻَ ﺍﻟﺘَّﺒَﺪُّﻝُ ﻓِﻲ
    ﺻِﻔَﺎﺗِﻪِ، ﻭَﻷﻥّ ﻣَﻦْ ﻟَﻪُ ﻣَﻜَﺎﻥٌ ﻓَﻠَﻪُ
    ﺗَﺤْﺖٌ، ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻪُ ﺗَﺤْﺖٌ ﻳَﻜُﻮْﻥُ ﻣُﺘَﻨَﺎﻫِﻲ
    ﺍﻟﺬّﺍﺕِ ﻣَﺤْﺪُﻭْﺩًﺍ، ﻭَﺍﻟْﻤَﺤْﺪُﻭْﺩُ ﻣَﺨْﻠُﻮْﻕٌ،
    ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻦْ ﺫﻟِﻚَ ﻋُﻠُﻮّﺍ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ ،
    ﻭﻟِﻬﺬَﺍ ﺍﻟْﻤَﻌْﻨَﻰ ﺍﺳْﺘَﺤَﺎﻝَ ﻋَﻠﻴْﻪ
    ﺍﻟﺰّﻭْﺟَﺔُ ﻭَﺍﻟﻮَﻟﺪُ، ﻷﻥّ ﺫﻟِﻚ ﻻَ ﻳَﺘِﻢّ ﺇﻻّ
    ﺑﺎﻟْﻤُﺒَﺎﺷَﺮَﺓِ ﻭﺍﻻﺗّﺼَﺎﻝِ ﻭﺍﻻﻧْﻔِﺼَﺎﻝ .


    Ketahuilah bahwa Allah
    tidak bertempat.Argumentasi atas ini ialah bahwa Dia ada tanpapermulaan dan tanpa tempat. Maka setelah menciptakan tempat Dia tetap pada sifat-Nya yang
    azali sebelum Dia menciptakan tempat; yaitu ada tanpa tempat.
    Tidak boleh pada hak Allah adanya perubahan, baik perubahan pada Dzat-Nya maupun pada sifat-sifat-Nya

    Karena sesuatu yang memiliki tempat maka ia pasti memiliki arah bawah. Dan bila demikian maka ia pasti memiliki bentuk tubuh dan batasan. Dan sesuatu yang memiliki batasan pasti sebagai makhluk, dan Allah maha suci dari pada itu semua. Karena itu mustahil pada haknya terdapat istri dan anak.
    Sebab hal semacam itu tidak akan terjadi kecuali dengan adanya sentuhan, menempel dan terpisah.
    Allah mustahil pada-Nya ,sifat terbagi-bagi dan terpisah-pisah.
    Tidak
    boleh dibayangkan dari Allah adanya sifat menempel dan berpisah. Oleh sebab itu adanya
    istilah suami,istri dan anak pada hak Allah adalah sesuatu yang mustahil
    (al-Kaukab al-Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar, h.13)

       
    IMAM HANAFI

    ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟﻰ ﻳُﺮَﻯ ﻓِﻲ ﺍﻵﺧِﺮَﺓ، ﻭَﻳَﺮَﺍﻩُ

    ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮْﻥَ ﻭَﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﻨّﺔِ ﺑِﺄﻋْﻴُﻦِ
    ﺭُﺅُﻭﺳِﻬِﻢْ ﺑﻼَ ﺗَﺸْﺒِﻴْﻪٍ ﻭَﻻَ ﻛَﻤِّﻴَّﺔٍ ﻭَﻻَ
    ﻳَﻜُﻮْﻥُ ﺑَﻴْﻨَﻪُ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺧَﻠْﻘِﻪِ ﻣَﺴَﺎﻓَﺔ .


    Allah ta’ala di akhirat kelak akan dilihat. Orang-orang mukmin akan melihat-Nya ketika

    mereka di surga dengan mata kepala mereka masing-masing dengan tanpa adanya keserupaan
    bagi-Nya, bukan sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak ada jarak antara mereka dengan Allah artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan ataupun samping kiri
    al-Fiqhul Akbar karya Imam Abu Hanifah dengan Syarahnya karya Mulla ‘Ali al-Qari, hlm.136-137


    beliau juga berkata

    ﻗُﻠْﺖُ: ﺃﺭَﺃﻳْﺖَ ﻟَﻮْ ﻗِﻴْﻞَ ﺃﻳْﻦَ ﺍﻟﻠﻪُ؟ ﻳُﻘَﺎﻝُ

    ﻟَﻪُ: ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﻻَ ﻣَﻜَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻞَ
    ﺃﻥْ ﻳَﺨْﻠُﻖَ ﺍﻟْﺨَﻠْﻖَ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
    ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺃﻳْﻦ ﻭَﻻَ ﺧَﻠْﻖٌ ﻭَﻻَ ﺷَﻰﺀٌ ،
    ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﺎﻟِﻖُ ﻛُﻞّ ﺷَﻰﺀٍ.


    Aku katakan: Tahukah
    engkau jika ada orang berkata: Di manakah Allah
    Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Nya ada.

    Allah ada tanpa permulaan sebelum ada tempat, sebelum ada
    makhluk dan sebelum segala suatu apapun. Dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu”
    al-Fiqhul Absath karya Imam Abu Hanifah dalam kumpulan risalah-risalah nya dengan tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h.20


    Juga berkata


    ﻭَﻧُﻘِﺮّ ﺑِﺄﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻪُ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻋَﻠَﻰ

    ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ
    ﻟَﻪُ ﺣَﺎﺟَﺔٌ ﺇﻟﻴْﻪِ ﻭَﺍﺳْﺘِﻘْﺮَﺍﺭٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، ﻭَﻫُﻮَ
    ﺣَﺎﻓِﻆُ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﻭَﻏَﻴْﺮِ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﻣِﻦْ
    ﻏَﺒْﺮِ ﺍﺣْﺘِﻴَﺎﺝٍ، ﻓَﻠَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺘَﺎﺟًﺎ ﻟَﻤَﺎ
    ﻗَﺪَﺭَ ﻋَﻠَﻰ ﺇﻳْﺠَﺎﺩِ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢِ ﻭَﺗَﺪْﺑِﻴْﺮِﻩِ
    ﻛَﺎﻟْﻤَﺨْﻠُﻮﻗِﻴ َﻦْ، ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺘَﺎﺟًﺎ ﺇﻟَﻰ
    ﺍﻟﺠُﻠُﻮْﺱِ ﻭَﺍﻟﻘَﺮَﺍﺭِ ﻓَﻘَﺒْﻞَ ﺧَﻠْﻖِ
    ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﺃﻳْﻦَ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪ، ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ
    ﻋَﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﻋُﻠُﻮّﺍ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ.


    Dan kita mengimani adanya ayat “ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa” [sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an]
    dengan menyakini bahwa Allah tidak membutuhkan kepada arsy tersebut dantidak bertempat atau bersemayam di atasnya. Dia Allah yang memelihara arsy dan lainnya tanpa membutuhkan kepada itu semua. Karena jika Allah membutuhkan kepada sesuatu maka Allah tidak
    akan kuasa untuk menciptakan dan mengatur alam ini, dan berarti Dia seperti seluruh
    makhluk-Nya sendiri. Jika membutuhkan kepada duduk dan bertempat, lantas sebelum menciptakan makhluk-Nya [termasuk ‘arsy] di manakah DiaAllah maha suci dari itu semua dengan kesucian yang agung

    al-Washiyyah dalam kumpulan risalah-risalah Imam Abu Hanifah tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 2. juga dikutip oleh asy-Syekh Mullah ‘Ali

    al-Qari dalam Syarh al-Fiqhul Akbar, h.70


    IMAM HAMBALI


    ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ

    ﻋﻨﻪ" :ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺟﺴﻢ ﻻ ﻛﺎﻷﺟﺴﺎﻡ
    ﻛﻔﺮ) " ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺑﺪﺭ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺰﺭﻛﺸﻲ
    ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺗﺸﻨﻴﻒ ﺍﻟﻤﺴﺎﻣﻊ

    BARANG SIAPA YANG MENGATAKAN ALLAH SWT ITU JISIM YANG TIDAK

    SEPERTI JISIM YANG LAIN MAKA KAFIR LAH DIA
     Riwayat Al-Hafidz Badruddin Al-Zarkasyi;
    Kitab tasynif Al-masami

  •  
    Aqidah Rasulullah, para
    sahabatnya, para ulama salaf saleh, dan aqidah mayoritas umat Islam; Ahlussunnah WalJama’ah
    ialah bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Kita akan banyak menemukan pernyataan para ulama terkemuka
    dari generasi ke generasi
    dalam menetapkan keyakinan suci ini.
    Keyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan arah juga merupakan
    keyakinan Syaikhul Muhadditsin al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad
    ibn Isma’il al-Bukhari (w 256 H), penulis kitab yang sangat mashur "Shahih al-Bukhari."
    Para ulama yang datang sesudah beliau yang menuliskan syarh bagi kitabnya tersebut menyebutkan bahwa al-Imam al-Bukhari adalah seorang ahli Tauhid, beliau mensucikan Allah dari tempat dan arah.

    • Salah seorang penulis Syarh Shahih al-Bukhari, as-Syekh ‘Ali ibn Khalaf al-Maliki yang dikenal dengan Ibn Baththah (w 449H) menuliskan sebagai berikut:

    ﻏَﺮْﺽُ ﺍﻟﺒُﺨَﺎﺭِﻱّ ﻓِﻲ ﻫﺬَﺍ ﺍﻟﺒَﺎﺏ ﺍﻟﺮّﺩُّ ﻋَﻠَﻰ

    ﺍﻟْﺠَﻬْﻤِﻴّﺔِ ﺍﻟْﻤُﺠَﺴِّﻤَﺔِ ﻓِﻲ ﺗَﻌَﻠُّﻘِﻬَﺎ ﺑِﻬﺬِﻩ
    ﺍﻟﻈّﻮَﺍﻫِﺮ، ﻭَﻗَﺪْ ﺗَﻘَﺮّﺭَ ﺃﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻟَﻴْﺲِ ﺑِﺠِﺴْﻢٍ
    ﻓَﻼَ ﻳَﺤْﺘَﺎﺝُ ﺇﻟَﻰ ﻣَﻜَﺎﻥٍ ﻳَﺴْﺘَﻘِﺮّ ﻓِﻴْﻪِ، ﻓَﻘَﺪْ
    ﻛَﺎﻥَ ﻭَﻻَ ﻣَﻜَﺎﻥ، ﺇﻧّﻤَﺎ ﺃﺿَﺎﻑَ ﺍﻟﻤَﻌَﺎﺭِﺝَ ﺇﻟَﻴْﻪ
    ﺇﺿَﺎﻓَﺔُ ﺗَﺸْﺮِﻳﻒٍ، ﻭَﻣَﻌْﻨَﻰ ﺍﻻﺭْﺗﻔَﺎﻉِ ﺇﻟَﻴْﻪِ
    ﺍﻋْﺘِﻼﺅُﻩ، ﺃﻯ ﺗَﻌَﺎﻟِﻴْﻪِ، ﻣَﻊَ ﺗَﻨْﺰِﻳْﻬِﻪِ ﻋَﻦِ
    ﺍﻟْﻤَﻜَﺎﻥِ .

    “Tujuan al-Bukhari dalam membuat bab ini adalah untuk membantah kaum Jahmiyyah Mujassimah, di mana kaum tersebut adalah kaum yang hanya berpegang teguh kepada zhahir-zhahir nash. Padahal telah ditetapkan bahwa Allah bukan benda, Dia tidak membutuhkan kepada tempat dan arah.
    Dia Ada tanpa permulaan, tanpa arah dan tanpa tempat. Adapun penisbatan “al-Ma’arij” adalah penisbatan dalam makna pemuliaan (bukan dalam pengertian Allah di arah atas).
    Juga makna “al-Irtifa’” adalah dalam makna bahwa Allah maha suci, Dia maha suci dari tempat”
    (Fath al-Bari, j. 13, h:416).


    Pernyataan Ibn Bathal ini dikutip oleh al-hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam Fath al-Bari dan disepakatinya.

    Dengan demikian berarti keyakinan Allah ada tanpa tempat adalah merupakkan keyakinan
    para ahli hadits secara keseluruhan.

    INGAT, jangan pernah anda berkayakinan bahwa Allah berada di atas arsy atau berada di langit. mustahil Allah bertempat pada makhluk-Nya sendiri.
    Arsy dan langit adalah makhluk Allah.

    • ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH •

3 komentar:

  1. mantap...sangat mnfaat..
    ijin share

    :)

    BalasHapus
  2. ALLAH ADA DIMANA MANA BERARTI ALLAH BANYAK DAN INI SESAT.

    BalasHapus
  3. “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air.” (QS. Hud [11] : 7)

    “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. As Sajdah [32] : 4)

    “Kemudian Allah bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah,maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.” (QS. Al Furqon [25] : 59)

    “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Al A’rof : 54)

    الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah. Yang beristiwa’ (menetap tinggi) di
    atas ‘Arsy.” (QS. Thoha : 5)

    BUKA ARTIKEL MENYEHATKAN NALAR:
    https://rumaysho.com/910-di-manakah-allah-2.html?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C5056977990

    BalasHapus